“Pada suatu hari ada seekor kelinci….” ketika hal ini disampaikan kepada anak-anak, maka anak-anak akan berimajinasi, kelinci sedang melakukan apa, warnanya seperti apa, besarnya seperti apa. Dimulai dari hal-hal seperti inilah anak-anak tidak akan pasif, selalu berkelana mencari jawaban….”

Itulah sepenggal pentingnya dongeng bagi anak-anak. Melalui dongeng anak tidak terpaku pada satu hal secara pasif. Dongeng merangsang anak untuk membayangkan sesuatu, apabila ini terus menerus maka akan muncul keinginan menciptakan sesuatu. Melalui aktivitas mendongeng inilah pencetus komunitas dongeng bernama Rumah Dongeng Mentari dapat berkeliling dunia.
Rona Mentari merupakan sosok inspiratif yang menekuni secara profesional dunia dongeng. Dunia yang belum banyak orang menekuni. Dalam perbincangan dengan Suara ’Aisyiyah melalui pesan voice di WhatsApp awal Oktober 2019, Rona menyampaikan ketika ia mulai secara profesional ingin mengembangkan dongeng seperti membuka jalan baru di sebuah hutan belantara. Ia harus siap dengan arit yang tajam agar dapat menyingkirkan belukar yang menghalangi. “Menjadi pendongeng itu harus kuat, konsisten. Dunia dongeng dunia yang unik dan belum banyak orang menekuninya. Untuk membuat event agar dongeng lebih dikenal ia harus berusaha keras karena tidak mudah mencari sponsor. Tetap jalan saja meskipun harus membiayai sendiri, “ ungkapnya.
Rona yang lahir di Yogyakarta 23 September 1992 ini tidak setengah-tengah menggeluti dongeng. Keserius-annya ini membawanya melanglang buana ke beberapa negara. Misalnya, ia pernah mendongeng di Storytelling Hut, Emerson College, Inggris, Singapore International Storytelling Festival, hingga Sydney International Storytelling Festival.
“Dongeng tidak sekadar bertutur,” ungkap Rona. Dongeng merupakan sarana untuk memupuk rasa percaya diri, menguatkan karakter, dan membuat waktu lebih berkualitas. Paling pen-ting dongeng dapat mendekatkan anak dengan orang tua atau orang-orang terdekatnya. Dongeng mengajak anak untuk tidak pasif dan selalu berinteraksi. Ini berbeda bila anak mencari hiburan melalui internet, anak hanya terpaku pada apa yang dilihatnya.
Apakah anak sekarang masih suka dongeng? Rona dengan tawanya yang khas mengatakan, tidak hanya anak-anak yang suka dongeng, tapi orang dewasa juga menyukai dongeng. Masalahnya, apakah akses untuk mendapatkan dongeng yang menarik bisa didapatkan? Masih adakah orang yang mau meluangkan waktu untuk mendongeng buat anak-anaknya?
Untuk itulah Rona dengan Rumah Dongeng Mentari mengembangkan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan dongeng. Seperti festival mendongeng, kelas mendongeng, menga-dakan Yogya Story Circle, program dongeng di radio, hingga pagelaran dongeng Yogya. Seiring berjalannya waktu, aktivitasnya mulai mendapatkan respon.
Suka Dongeng Sejak Masih TK
Ketika ditanya sejak kapan menyukai dongeng. Secara spontan Rona mengatakan sejak masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak. “Saya tertarik dengan dongeng sejak duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Selalu mendengarkan dongeng dari guru di TK. Dongengnya seru banget, membuat saya waktu kecil merasa berada di ne-geri dongeng. Pokoknya seneng banget mendengarkan dongeng,” paparnya.
Ia mengakui dongeng juga telah mengubahnya sebagai gadis kecil yang kurang percaya diri menjadi percaya diri. Dongeng yang didengarnya waktu masih duduk di bangku TK diceritakan kembali kepada orang tua dan kakak-nya. Keluarganya sangat mengapresiasi setiap ia menceritakan kembali do-ngeng dari guru TK-nya. Respon positif keluarganya inilah yang mendorongnya semakin suka mendongeng.
Ia pun mulai mengikuti berbagai festival dongeng. Pertama kali ikut lomba dongeng ketika masih duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar dan langsung juara I. Mulai lebih dewasa ia semakin mendalami dongeng bahkan tugas akhirnya juga tentang dongeng. Dalam pencariannya untuk lebih memperda-lam tentang dongeng, Rona semakin menemukan banyak pengetahuan baru tentang dongeng. Dongeng tidak hanya sekadar bercerita. Dongeng itu ternya-ta penting sekali untuk mendekatkan hubungan antara anak dan orang tua, menguatkan karakter, membuat waktu lebih berkualitas, mengembangkan logika, afeksi, dan lainnya. “Melalui dongeng kita bisa mengajak mereka yang mendengarkan untuk terdorong melakukan perubahan,” ujarnya. Dalam mendongeng, Rona tidak sekadar bercerita. Ia juga mengangkat cerita-cerita rakyat Indonesia. Mencintai budaya, ia pun sering tampil mengenakan kain tradisional.
Rumah Dongeng Mentari ia dirikan pada tahun 2010 dan sampai saat ini masih terus beraktivitas. Melalui komunitas ini Rona ingin mengembangkan dan mempopulerkan budaya bertutur. Beberapa aktivitas yang berhubungan dengan dongeng dikembangkan. Mendongeng, kata Rona, bukan sekadar bercerita tanpa tujuan tertentu. Tantangan bagi seorang pendongeng cukup banyak. Pendongeng itu harus struggle, semangat, konsisten. “Menjadi pendongeng adalah dunia yang unik yang tidak banyak dipilih orang,” ujarnya. Melalui komunitas yang dibentuknya ia ingin menjadikan aktivitas mendo-ngeng menjadi menjadi aktivitas menarik, menjadikan dongeng sebagai life style.
Menariknya, aktivitas mendongeng juga menjadi penanggal kecanduan anak akan internet. Aspek negatif dari internet itu menjadikan anak pasif. Melalui internet anak hanya akan melihat bentuk visual terus menerus sehingga akan muncul ketergantungan. Bisa jadi ketergantungan anak-anak akan internet jauh lebih tinggi diban-ding orang dewasa. Ini berbahaya bagi pengembangan karakter anak.
Anak harus diberi variasi kegiatan apabila menginginkan hiburan. Internet jangan menjadi satu-satunya sarana anak mencari hiburan. Mendengarkan dongeng menjadi alternatif agar anak tidak tergantung pada internet apabila ingin hiburan. Dongeng mendorong anak mengembangkan imajinasi hingga menembus langit. Biarkan imajinasi itu terus tumbuh dan berkembang.
Apabila anak dapat mengembangkan imajinasinya, maka pikirannya tidak pasif, nalar berpikir tinggi, berpikir kritis terus berkembang. Melalui do-ngeng maka membuat waktu semakin berkualitas antara orang tua dan anak, antara orang tua dengan saudaranya dan lainnya. Melalui cara ini mereka mempunyai kualitas atau hubungan yang baik sehingga bila anak mengalami masalah akan mencari orang-orang terdekatnya. Anak-anak tidak hanya mencari rujukan melalui internet. “Anak-anak tidak akan menganggap bahwa internet sebagai rujukannya bila membutuhkan sesuatu,” tegasnya.
Dongeng, jelasnya, mengajari anak memahami perasaan-perasaan karena dalam dongeng ada penokohan-penokohan, konflik dan lainnya. Anak akan mempunyai kepekaan akan kondisi orang lain dan dapat membuat mereka menjadi lebih semangat dalam mela-kukan perbaikan atau perubahan. Itu tidak akan terjadi dengan anak-anak yang hanya terpapar internet.
”Saya pernah melakukan riset kecil-kecilan tentang dongeng. Anak-anak suka mendengarkan dongeng namun mereka sulit mengakses dongeng yang menyenangkan dari orang-orang sekitarnya,” tuturnya. Atas hasil riset sederhananya ini, Rona terus berkomitmen mengembangkan aktivitas mendongeng bersama komunitas yang dibentuknya. (susi)
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah ‘Aisyiyah Edisi 11 November 2019, pada Rubrik Inspirasi