Bermula dari cita-cita mulia Abdul Malik Fadjar yang ingin membangun perpustakaan agar bisa bermanfaat bagi banyak orang, Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute Abdul Malik Fadjar hadir untuk menghidupkan budaya literasi dan pemikiran sosial keagamaan yang progresif.
Keberadaan RBC memang tidak bisa lepas dari profil Abdul Malik Fadjar. Ia merupakan salah satu tokoh bangsa yang berkontribusi besar pada dunia pendidikan. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dua periode ini (2005-2010 dan 2010-2015) hampir seluruh hidupnya didedikasikan untuk mencerdaskan anak bangsa dengan menjadi guru dan dosen. Selama puluhan tahun menjadi guru, Malik Fadjar bukan sekedar menjadi seorang pendidik, namun juga berperan besar dalam pengembangan sekolah maupun perguruan tinggi Muhammadiyah hingga perpustakaan-perpustakaan desa.
Ia juga dikenal sebagai sosok yang berperan penting dalam reformasi dan modernisasi pendidikan termasuk pendidikan Islam melalui integrasi pendidikan sains dan agama. Kepakarannya di dunia pendidikan semakin terbukti dengan gelar Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel yang diraihnya pada tahun 1995. Pada tahun 2001, Malik Fadjar juga mendapat gelar kehormatan Doktor Honoris Causa di bidang Pendidikan Islam dari Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Melihat besarnya kontribusi Malik Fadjar di dunia pendidikan, tak heran jika ia begitu getol untuk membangun RBC. Berdiri sejak 30 November 2005, RBC memang dimaksudkan untuk menghidupkan dan merawat budaya literasi maupun pemikiran sosial keagamaan yang progresif. Sejak berdiri hingga kini Malik Fadjar telah tiada, RBC yang kemudian berkembang menjadi RBC Institute Abdul Malik Fadjar konsisten berjalan bahkan melahirkan berbagai inovasi baru.
Peninggalan Abdul Malik Fadjar
Direktur Eksekutif RBC Institute Abdul Malik Fadjar, Subhan Setowara, menjelaskan bahwa RBC mulanya merupakan rumah peninggalan Abdul Malik Fadjar. Saat itu, Malik Fadjar sangat ingin membangun perpustakaan yang bisa bermanfaat untuk banyak orang, sehingga sebagian besar koleksi perpustakaan merupakan koleksi pribadi milik Malik Fadjar.
Keinginan Malik Fadjar, dijelaskan oleh Subhan, ialah menjadikan RBC sebagai central excellence (pusat berpikir) bagi anak-anak muda, sehingga lahir kader-kader baru yang memiliki wawasan luas, bacaan yang bagus, dan bisa berkiprah untuk bangsa. Oleh karena itu, ruang diskusi menjadi ruang yang wajib ada di RBC ini. Saat ini, terang Subhan, terdapat tiga ruangan yang ada di bangunan dua lantai RBC ini. Lantai satu menjadi ruang diskusi dan kafé, sementara lantai dua dipergunakan sebagai ruang perpustakaan.
Baca Juga: Aplikasi Budaya Membaca dalam Keluarga di Era Merdeka Belajar
Ihwal keberadaan kafe di bangunan RBC, Subhan mengungkapkan, sengaja dibangun karena kesukaan Malik Fadjar untuk ngopi dan nongkrong. “Kafe itu jadi tempat Pak Malik ngopi dengan anak-anak muda dan masih terus dijaga sampai sekarang. Karena menurut Pak Malik, ngopi bisa jadi wadah anak muda untuk bertukar pikiran dan bisa jadi ruang diskusi juga untuk anak muda berkembang,” lanjut Subhan.
Rumah Baca Cerdas sendiri terus mengalami perkembangan. Sebagai sebuah institut, ia baru betul-betul established pada tahun 2020. Sebelum itu, jelas Subhan, RBC telah berjalan aktif, namun hanya dibuka pada harihari tertentu. Ketika telah resmi menjadi institut, dipilihlah Direktur Eksekutif sekaligus dibangun hubungan kerja sama operasional dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), sehingga RBC Malik Fadjar saat ini ini berada di bawah naungan UMM. Sejak saat itulah RBC Malik Fadjar dibuka setiap hari. Kini terdapat berbagai program yang dijalankan oleh RBC, antara lain diskusi bulanan, riset dan publikasi, penerbitan buku, Mobil Terbang, serta banyak lagi kerja sama program dengan berbagai instansi lainnya.
Inovasi Mobil Bakti Terhadap Bangsa
Salah satu inovasi yang masih konsisten berjalan hingga sekarang ialah Mobil Bakti Terhadap Bangsa (Terbang). Dessy Kusuma selaku Staf Event Management menerangkan bahwa Mobil Terbang ini merupakan program perpustakaan keliling menggunakan mobil yang berkunjung ke sekolahsekolah dasar. Dessy menjelaskan, terdapat dua mobil yang awalnya digunakan, yaitu Mobil Kampus Membaca (Kaca) dan Mobil Terbang. Namun, kini Mobil Kaca tidak digunakan lagi karena bentuknya yang dirasa terlalu besar sehingga kurang fleksibel jika masuk ke dalam lingkungan sekolah.
Sementara Mobil Terbang bentuknya lebih kecil yang lebih memungkinkan untuk masuk ke lingkungan sekolah. Progam perpustakaan keliling ini diadakan secara rutin setiap hari Kamis. “Biasanya kami telah menjadwalkan sekolah mana saja yang akan kami kunjungi, tetapi banyak juga sekolah yang meminta Mobil Terbang ini untuk datang,” terang Dessy. Menurut Dessy, dengan adanya inovasi perpustakaan yang dikemas dalam bentuk mobil keliling ini menambah antusiasme anak-anak untuk membaca.
“Walaupun mungkin mereka tertarik karena melihat gambar-gambar yang ada dalam buku, tetapi setidaknya mereka bisa mengenal buku sedini mungkin. Nggak jarang mereka juga antusias untuk tanya-tanya soal isi buku,” katanya. Bukan hanya datang dan membaca buku, namun murid-murid SD juga disuguhkan berbagai kegiatan interaktif sebagai ruang mereka belajar, seperti bermain tebak-tebakan Bahasa Inggris, eksperimen sains, character building, dan sebagainya. Ruang belajar yang dikemas secara fun learning ini diharapkan akan menambah curiousity atau rasa ingin tahu anak-anak terhadap ilmu pengetahuan. [9/23] (Salma Asyrofah)