Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Gedung TEMPO di kawasan Palmerah Jakarta Selatan siang itu ramai pengunjung tidak seperti hari-hari biasanya.
Hari itu, Jumat (4/10) 11 orang pemimpin dan pegiat dari organisasi berbasis keagamaan dan aliran kepercayaan antusias hadir mengikuti pelatihan menghadapi wawancara media dan public speaking di kantor salah satu media ternama di Indonesia itu.
Pelatihan tersebut diinisiasi oleh Greenfaith Indonesia, sebuah organisasi lintas agama internasional yang bekerja pada kampanye dan pengembangan kapasitas organisasi lintas agama dan anggota jaringan mereka dalam konteks keadilan energi dan iklim.
Bekerja sama dengan Tempo Institute, pelatihan ini bertujuan meningkatkan kemampuan peserta berinteraksi dengan media atau bertindak sebagai perwakilan organisasi di depan publik, dengan berkomunikasi secara efektif dan percaya diri.
Hening Parlan, Koordinator Nasional Greenfaith Indonesia mengungkapkan harapan agar pasca pelatihan ini, para pemimpin organisasi keagamaan dapat mempraktekkan teknik komunikasi dengan lebih efektif.
“Semoga ini nggak berhenti dan akan menjadi kolaborasi antara media, lintas agama, dan antar agama, untuk kita menjaga lingkungan. Tantangan kita ke depan tidak mudah dan membutuhkan kita semua untuk lebih solid,” pesannya.
Pada sesi materi ‘Menghadapi Wawancara Media’, Praga Utama, Desk Investigasi dan Wawancara TEMPO menjelaskan kepada peserta cara kerja wartawan, mengenal tipe wartawan, mengenal jenis wawancara, dan bagaimana menjawab pertanyaan wartawan, serta menyusun pesan kunci.
“Menyusun pesan kunci adalah hal pertama yang harus dipersiapkan saat akan menghadapi wawancara. Sehingga kita bisa memprioritaskan dan membatasi ruang lingkup informasi, selain itu informasi terpenting dan menarik diharapkan dapat dipahami dengan benar, dipercaya, dan diingat oleh audiens,” terangnya.
Baca Juga: Siti Hayinah: Tokoh Pers Perempuan Indonesia
Menurut Praga, pesan kunci yang baik itu jelas, tidak multitafsir, tepat dan akurat, sesuai dengan inti masalah, dan singkat, tidak pertele-tele untuk meminimalkan kesalahan. “Pesan yang kuat bisa menggerakkan sebuah aksi,” imbuhnya.
Pada sesi materi ‘Impact-Oriented Public Speaking’, Omar Danishwara, Trainer Professional untuk public speaking, berbagi mengenai bagaimana memahami audiens, memperoleh atensi audiens, mengelola suara dengan baik, menggunakan body language secara tepat, menggunakan bahasa yang efektif, hingga menggunakan jokes secara tepat.
“Kenapa orang harus mendengarkan Anda? Karena kita care. Tunjukkan pada auediens Anda bahwa Anda care,” terangnya. “Kadang kita akan merasa terhubung tidak hanya karena kata-kata, tapi bagimana cara kita menyampaikan kata-kata itu. Hal sederhana, jika disampaikan dengan tepat, itu akan sangat berpengaruh,” imbuhnya.
Pada sesi praktik, para peserta dibagi 2 kelompok, untuk mendiskusikan sebuah topik yang pro–kontra terkait isu lingkungan. Kemudian tiap kelompok praktik melaksanakan konferensi pers, dan praktik menghadapi pertanyaan wartawan yang melakukan door stop.
Endang Retno Lastani, Presidium Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), mengaku sangat semangat mengikuti pelatihan ini. “Meskipun sudah sering juga menjadi narasumber. Dengan ilmu baru ini kita jadi memperkaya pengetahuan kita, bagaimana me-manage waktu, dan menyusun pesan dengan lebih jelas,” ungkapnya.
Apresiasi juga disampaikan oleh Ferry Sutrisna Widjaja, Ketua Pengurus Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup. “Kita memang harus lebih banyak menyampaikan pandangan-pandangan kita dengan lebih lengkap, bukan hanya sebagai informasi, tetapi juga mudah-mudahan bisa menyampaikan gagasan-gagasan yang menggerakkan hati dan bisa membangun kerja sama,” harapnya.