Wawasan

Selamat Jalan Artidjo Alkostar: Icon Kejujuran, Ketegasan, dan Integritas

Artidjo Alkostar
Artidjo Alkostar

Artidjo Alkostar

Oleh: Habib Chirzin

Di tengah situasi terusiknya rasa keadilan (sense of justice) masyarakat karena belum berlakunya keadilan untuk semua (juctice for all) dan semakin maraknya tindak korupsi di tengan derita rakyat yang beban hidupnya berat karena Covid-19 dan sebagainya, engkau pergi meninggalkan bangsamu yang engkau bela dan cintai sejak masa mudamu.

***

Kami saling mengenal sejak mahasiswa. Mas Artidjo kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), dan saya di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM). Sejak masih mahasiswa, saya sering diundang ke UII oleh Dewan Mahasiswa dan Majelis Mahasiswa (untuk UII punya sebutannya sendiri), termasuk oleh kawan-kawan Fakultas Hukum UII pada pertengahan tahun 1970-an.

Oleh generasi berikutnya pun demikian, seperti pada generasi Jawahir Thantowi, Mahyudin Al-Mudra, AE Priyono, Hamid Basyaib, Ifdhal Kasim, dkk., sampai dengan generasi Eko Priyono, dkk. Kami lebih sering bertemu ketika Mas Artidjo bersama Mas Busyro Muqoddas, Ifdhal Kasim, dkk. mendirikan LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum) UII dan menginisiasi berdirinya LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Yogyakarta, yang dimotorinya bersama kawan-kawan para pegiat bantuan hukum di Yogya.

Pada suatu saat, Mas Artidjo diundang ke Manilla, di awal tahun 1980, antara lain bertemu dengan kawan-kawan FLAG (Free Legal Assistance Group) yang dipimpin oleh Jose Diocno, bapak dari Maitet Diocno. Juga bertemu dengan kawan-kawan dari The Third World Studies Center, The University of the Philippines, Diliman Campus, yang dipimpin oleh Randy David, suami dari Karina David yang kemudian menjadi Mensos di era Corry Aquino. Randy David dan Karina David pernah saya ajak berdiskusi dengan kawan-kawan Fakultas Hukum UII ketika masih di Jalan Cik Di Tiro. Bertemu dengan kawan-kawan Human Right Group, seperti Edmundo Gracia, Boy Morales, dll. Dan juga dengan kawan-kawan ACFOD (Asian Cultural Forum on Development), seperti Noel Modejar dan Rita Baua. Sekembalinya dari Manilla, kami ada pertemuan dengan kawan-kawan pegiat LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Yogyakarta. Seingat saya di kawasan Kota Baru, Yogyakarta.

Dalam sambutan oleh-olehnya dari Manilla, Mas Artidjo mengatakan sesuatu yang tidak saya duga sebelumnya. “Saya heran, ternyata kawan-kawan di Manilla pada kenal dengan Mas Habib Chirzin,” ucapnya. Saya sendiri terkejut dengan pernyataan tersebut. Tapi saya pikir, ada juga benarnya. Karena selama di Manilla, yang ditemui oleh Mas Artidjo adalah para aktivis. Kebetulan waktu itu saya sudah beberapa kali membuat kegiatan di Manilla, Infanta Quezon, Los Banos, dll. Dan juga bertemu kawan-kawan dari Manilla dalam beberapa forum di Bangkok, Penang, dsb.

Pada musim semi di tahun 1992, saya terkejut ketika sedang ada konferensi di new York, didatangi oleh Mas Artidjo dan Mas Mahfudz MD, di hotel tempat kami menginap. Acara-acara pertemuan kami di 777 The United Nations Plaza, persis di seberang Gedung Pusat PBB. Ketika waktu istirahat tiba, saya diajak jalan-jalan di sekitar gedung PBB dan kemudian mereka berdua mengajak ke kantor mereka magang. “Ayo Mas Habib, kita mampir ke kantor The Asia Watch. Kami sedang magang di sana. Pimpinannya Sidney Jones…,” ajak mereka.

Ajakan mereka saya ikuti, karena kebetulan saya kenal dengan Sidney Jones, yang pernah berkunjung ke Pondok Pabelan pada tahun 1979, bersama kawannya Sophia Quinn Judge, yang bekerja di Friends Service Committe, yang berkantor di Philadelphia. Kami bertiga ngobrol bersama Sidney Jones di kantornya, yang tidak jauh dari The 5th Avenue. Sekaligus reunian. Ketika pada tahun 2000 saya bersama Hindun Fauziah (isteri saya) berkunjung ke The Asia Watch, kantornya sudah pindah, bersama dengan kantor The Human Rights Watch di gedung pencakar langit Empire State Building, 350 Fifth Avenue, Lt. 34.

Ketika saya di Komnas HAM RI tahun 2002 sampai dengan 2007, Mas Artidjo sebagai Hakim di Mahkamah Agung RI, sampai masa pensiunnya. Kemudian diangkat sebagai Dewan Pengawas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), sampai ajal menjemputnya, pada hari Ahad (28/2/2021). Mas Artidjo dikenal sebagai hakim agung yang jujur, lurus, tegas, dan tidak kenal kompromi dalam menegakkan hukum dan keadilan. Mas Artidjo merupakan icon dalam integritas, kejujuran, dan keberanian.

Selamat jalan Mas Artidjo. Kami akan selalu mengenang kejujuran dan integritasmu. Semoga menjadi teladan bagi pada penegak hukum dan pecinta keadilan di bumi pertiwi.

Related posts
Berita

Polemik Tes Wawasan Kebangsaan menurut Perspektif Komnas Perempuan

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Polemik Tes Wawasan Kebangsaan mendapat perhatian langsung dari Komnas Perempuan. Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah menyampaikan bahwa ada…
Berita

Polemik Tes Wawasan Kebangsaan dan Upaya Pelemahan KPK

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang perhatian banyak pihak. TWK merupakan rangkaian dari proses…
Berita

Artidjo Alkostar di Mata Keluarga Besar Muhammadiyah

Wafatnya Artidjo Alkostar meninggalkan kesedihan mendalam bagi masyarakat Indonesia. Bukan tanpa alasan. Pasalnya, laki-laki kelahiran 22 Mei 1949 di Kota Situbondo, Jawa…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *