Surabaya, Suara ‘Aisyiyah – Inti gerakan Muhammadiyah adalah mengurusi orang-orang yang tersingkir, terpinggirkan, dan tersegregasi, baik karena sebab kultural maupun struktural. Keberpihakan terhadap mereka itu merupakan misi utama Muhammadiyah sebagaimana yang diaplikasikan oleh Kiai Ahmad Dahlan ketika merintis Muhammadiyah.
Pernyataan itu disampaikan Ketua PP Muhammadiyah, Muhadjir Effendy dalam Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah dengan tema “Mendampingi Kelompok Difabel, Marginal, Dhuafa, dan Mustadhafin: Model Baru Pemberdayaan Sosial”. Menurut Muhadjir, tema yang diangkat dalam seminar ini penting dan mendesak untuk dibahas dan ditindaklanjuti karena berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Muhadjir kembali mengingatkan mengenai semangat al-Maun yang diajarkan Kiai Dahlan. Menurutnya, makna orang miskin dan anak yatim yang termaktub dalam Q.S. al-Maun sebenarnya bisa diperluas, yakni termasuk juga kelompok difabel, marginal, dhuafa, miskin, terpinggirkan, tersegregasi, teralienasi, dan terkucil. “Itu semua merupakan bagian dari surat al-Maun,” terangnya.
Baca Juga: Keberpihakan ‘Aisyiyah pada Masyarakat Marjinal
Keberpihakan Muhammadiyah terhadap kelompok yang kurang beruntung itu, kata dia, merupakan upaya untuk menghindari julukan sebagai pihak yang menistakan agama (yukadzdzibu bi ad-din). Selain berpihak, menolong, dan membantu orang miskin, dalam surat yang sama, umat Islam juga diminta untuk berbagi manfaat kepada sesama (yamna’una al-maun). Dan itu pula yang dilakukan oleh Muhammadiyah.
“Muhammadiyah punya komitmen dan peran sosial kemasyarakatan yang sangat tinggi dalam berbagai lapangan pengabdian. Tentu itu semua terkait dengan membangun manusia dan kebudayaan,” ujar Muhadjir dalam seminar yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Surabaya pada Kamis (31/3).
Sebagai pungkasan, Muhadjir menegaskan bahwa kelompok difabel, marginal, dhuafa, dan mustadhafin adalah kelompok yang harus ditolong dan dibantu. “Karena justru di situlah letak keagungan dan keluhuran Muhammadiyah, yaitu berpihak kepada mereka yang diabaikan oleh mayoritas, diabaikan oleh mereka-mereka yang tidak sensitif terhadap nasib sesama itu,” pungkasnya. (sb)