Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang mencakup beberapa organisasi mendatangi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan mendesak untuk merevisi pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 mengenai Keterwakilan Perempuan, Senin (8/5).
Pada 17 April 2023 lalu, KPU menetapkan Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Salah satu kalusul dalam PKPU tersebut yaitu Pasal 8 ayat (2) huruf b, yang berisi:
Dalam hal penghitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
- kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
- 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan norma yang lebih tinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 245 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, “Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).”
Hal ini dikarenakan penggunaan rumus pembulatan ke bawah sebagaimana terdapat dalam pasal 8 ayat (2) huruf b PKPU 10/2023 akan berdampak pada keterwakilan perempuan kurang dari 30% pada sejumlah daerah pemilihan (dapil), yaitu pada dapil dengan jumlah caleg 4, 7, 8, dan 11.
Jika disimulasikan dengan kursi DPR, maka terdapat 38 dapil dari 84 dapil di Indonesia yang mana calon anggota legislatif perempuan tidak memiliki keterwakilan 30%.
Baca Juga: Partisipasi Perempuan di Penyelenggara Pemilu: Pengalaman KPU
Selain bertentangan dengan norma dalam UU pemilu, hal ini juga dinilai bertentangan dengan substansi Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.”
Dengan demikian, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menyatakan sikap yang berisi:
- Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menyatakan menolak Pasal 8 Ayat (2) PKPU 10/2023 karena melanggar UUD NRI Tahun 1945 dan UU Pemilu dan mematikan upaya peningkatan keterwakilan perempuan dalam pencalonan DPR dan DPRD.
- Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan Menuntut Bawaslu untuk menjalankan perannya dalam melakukan pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu dalam waktu 2×24 jam. Sesuai kewenangannya Bawaslu harus menerbitkan Rekomendasi kepada KPU untuk segera merevisi Pasal 8 PKPU 10/2023 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan UU Pemilu.
- Jika dalam waktu 2×24 jam Bawaslu tidak menerbitkan Rekomendasi kepada KPU, maka Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan akan melakukan sejumlah upaya hukum untuk menuntut pemulihan hak politik perempuan berkompetisi pada Pemilu 2024 dengan melaporkan ke DKPP dan juga melakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA)
(sa)