Oleh : Hajriyanto Y. Thohari (Penulis adalah Duta Besar LBBP RI di Beirut)
Apa yang disebut Timur Tengah Moderen itu sebenarnya baru terbentuk 100 tahun yang lalu, yaitu ketika Perang Dunia I berakhir di mana para pemenang perang (negara-negara Barat) mulai menciptakan negara-negara baru di wilayah-wilayah yang sebelumnya di bawah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmani (Ottoman).
Ottoman adalah termasuk pihak yang kalah perang sehingga wilayahnya dibagi-dibagi oleh negara-negara pemenang perang, yaitu Inggris, Perancis, Itali, Rusia, dan negara-negara Balkan. Bukan hanya wilayah Ottoman yang masuk di benua Eropa yang dibagi-bagi, melainkan juga yang ada di Asia Barat dan Afrika Utara.
Jika di Eropa Timur wilayah Ottoman dibagi-bagi negara-negara Balkan dan Rusia, maka di tanah Arab akhirnya terbentuklah 22 negara Arab baru dan 1 negara Yahudi (Israel). 22 negara yang terbentang dari Irak di timur sampai Maroko di barat tersebut biasanya disebut Dunia Arab. Jika ditambah dengan Israel, Iran, Turki, dan Afghanistan, biasanya disebut kawasan Timur Tengah (Middle East). Artinya, arah sebe-lah timur (East) dari negara-negara Eropa pemenang PD I tersebut, dan Tengah (Middle), artinya wilayah timur yang di tengah, bukan timur jauh.
Dengan terbentuknya negara-negara tersebut di atas maka sebenarnya masih ada dua bangsa dengan populasi besar yang diabaikan dan dinafikan: pertama, bangsa Palestina. Bangsa Palestina bukan hanya diabaikan dan dinafikan saja, melainkan malah tanah airnya diberikan oleh Barat kepada bangsa Yahudi (Israel). Mereka diusir dari rumahnya, tanahnya, dan kampung halamannya, sehingga mereka sampai sekarang terlunta-lunta menjadi pengungsi (refuges) di seluruh dunia, terutama di Yordania, Suriah, Lebanon, Mesir, dan lain-lainnya.
Bangsa Palestina yang bertahan di tanah airnya kini tinggal d Tepi Barat, Yerusalem Timur, di bawah Otoritas Palestina (dikuasai oleh Partai Fatah) dan di Gaza di bawah Partai Hamas. Sementara tanah-tanah mereka sedikit demi sedikit dicaplok oleh Israel dengan cara dibuat pembangunan pemukiman baru yang diperuntukkan bagi bangsa-bangsa Yahudi Israel.
Kedua, bangsa Kurdi. Bangsa Kurdi ini memiliki populasi sangat besar yang sebenarnya secara antropologis layak untuk mendapatkan negara tersendiri waktu itu. Bangsa Kurdi telah hidup berabad-abad dengan bahasa, budaya, dan identitas yang mereka miliki, sehingga mereka dianggap memenuhi kriteria untuk menjadi sebuah negara. Pembaca tentu masih ingat dengan nama pahlawan terkenal dalam Perang Salib: Salahuddin Al-Ayyubi. Dia adalah seorang tokoh bangsa Kurdi. Bayangkan betapa besarnya dan tuanya bangsa Kurdi itu di mana sejak masa yang begitu lama sudah melahirkan tokoh pahlawan sebesar Al-Ayyubi. Kini salah satu patung Shalahuddin Al-Ayyubi dalam pose sedang menaiki seekor kuda perang dengan sangat gagahnya dibangun di kota Damaskus, tidak jauh dari Masjid Al-Umawiy yang terkenal itu.
Sama seperti cita-cita berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat diabaikan oleh pemegang mandat Liga Bangsa-Bangsa (LBB), demikian juga halnya nasib bangsa Kurdi. Mereka terlunta-lunta dan terpisah-pisah di empat atau lima negara yang dalam ungkapan bahasa Inggris disebut laksana “A tapestry cut by a jigsaw”, (Time, November, 25, 2019, hal. 24). Artinya, sebuah permadani yang dipotong-potong dengan gergaji.
Sebagian bangsa Kurdi yang berada di wilayah pinggiran negara Turki, ada bangsa Kurdi yang tinggal di pinggiran negara Iran, ada bangsa Kurdi yang berkembang di pinggiran negara Irak, dan ada pula bangsa Kurdi yang berada di wilayah pinggiran negara Suriah. Fatalnya mereka gagal diintegrasikan dan mengintegrasikan diri ke dalam empat bangsa di empat negara tersebut. Jumlah total bangsa Kurdi mencapai 26 juta, paling besar berada di Turki (9 juta), Irak (7 juta), Suriah (5 juta), Iran (5 juta).
Bangsa Kurdi bernasib sama dengan bangsa Palestina. Jika bangsa Kurdi terpisah-pisah dan terlunta-lunta di empat negara, demikian juga halnya bangsa Palestina: menjadi pengungsi di Lebanon (400 ribu), di Suriah (1 juta), di Yordan (hampir sete-ngah jumlah penduduk asli Yordan), ratusan ribu di negara-negara Arab lainnya, dan atau yang berdiaspora di hampir semua negara di seluruh dunia.
Berbeda dengan bangsa Palestina yang meski sampai hari ini belum juga berhasil mendirikan sebuah negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, tapi mendapatkan cukup perhatian dan dukungan dunia internasional, bangsa Kurdi sangat lah terabaikan. Alih-alih dukungan dari negara-negara Timur Tengah yang memang akan terkena akibat langsung jika Negara Kurdi diberikan, dukungan internasional juga nyaris tidak didapatkan.
Baca selengkapnya di Majalah Suara ‘Asiyiyah Edisi Februari 2020, Rubrik Cakrawala
Sumber Ilustrasi :
https://news.detik.com/dw/d-4765999/tentang-bangsa-kurdi-yang-tak-punya-negara-sendiri