Sejarah

Soekarno dan Bintang Muhammadiyah yang Melekat di Dadanya

Bintang Muhammadiyah

Pada 1965, Soekarno mendapat anugerah Bintang Muhammadiyah. Bintang yang dibuat dari bahan emas murni itu diberikan dalam rangka menghargai jasa Bung Karno kepada Muhammadiyah. Dalam penuturan K.H.A. Badawi, Bintang Muhammadiyah yang diberikan kepada Bung Karno merupakan satu-satunya bintang yang tidak ada duanya.

***

Sabtu tanggal 8 Zulhijjah 1384 atau bertepatan dengan 10 April 1965 adalah tahun ke-54 Muhammadiyah berdiri. Kiai Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang bernapaskan tajdid. Tepat pada hari itu, PP Muhammadiyah memberikan anugerah bintang kepada Presiden Republik Indonesia, Soekarno, di Istana Merdeka, Jakarta.

Sebelumnya, pada 20 Mei 1965 di Yogyakarta, Ketua PP Muhammadiyah K.H.A. Badawi menyampaikan muqaddimah sambutan bahwa memberikan bintang kepada seseorang merupakan adat keduniaan yang sudah berlangsung sejak dulu. “Bintang bukan perhiasan dan bukan pula tanda kemegahan, melainkan lambang tanda-djasa semata-mata,” kata Badawi.

Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberian bintang atau tanda jasa lainnya tidak akan dijadikan adat kebiasaan dalam Muhammadiyah. Bintang Muhammadiyah, kata Badawi, hanya akan diberikan kepada seorang saja, yaitu Bung Karno, untuk menghargai jasanya kepada Muhammadiyah, baik sebelum menjadi Presiden Republik Indonesia maupun sesudahnya.

Selanjutnya, di hadapan Bung Karno, K.H.A. Badawi menyampaikan pidatonya:

“Hari ini tanggal 8 Dzulhidjdjah adalah hari dimana 54 tahun jang lalu almarhum K.H.A. Dahlan mendirikan Muhammadijah, satu gerakan tadjdid pertama dalam sedjarah bangsa Indonesia.

Rahmat Allah Subhanahuwata’ala telah menggerakkan hati K.H.A. Dahlan untuk mendirikan Muhammadijah, dan rahmat itulah pula jang telah menggerakkan Pimpinan Pusat Muhammadijah serta Anggauta Setia Bung Karno sehingga penganugerahan Bintang Muhammadijah jang tak akan ada duanja ini, dapat terlaksana merupakan peristiwa gilang-gemilang dalam sedjarah Muhammadijah.

Bintang Muhammadijah jang satu-satunja ini, dianugerahkan kepada anggauta setia jang djasanya kepada Muhammadijah dan gerakan tadjdid serta penggalian api Islam benar-benar tidak dapat dinilai dengan apapun djuga; hanya Allah jang akan menilai dan membalas dengan pahala jang melimpah-limpah. Bintang ini adalah lambang, sebagai tanda bukti kesetiaan dan djasa jang telah dibaktikan oleh manusia untuk tjita-tjitanja; dan djuga merupakan lambang penghargaan jang setinggi-tingginja dari manusia kepada manusia jang mempunjai himmah jang sama.

Bintang ini membawa tugas dan kewadjiban jang lebih berat lagi demi kedjajaan Islam jang memberi djiwa dalam pembentukan masjarakat sosialis Indonesia dalam Negara Republik Indonesia jang berdasarkan Pantjasila dengan haluan pokok Manipol-Usdek.

Kami pertjaja bahwa anggauta setia ini bersama-sama ummat tauhid akan mampu memimpin ummat sebagaimana lajaknja Pahlawan Islam dan Kemerdekaan. Semoga Allah Subhanahuwata’ala tetap senantiasa menjertainya.”

Baca Juga: Soekarno: Sekali Muhammadiyah, Tetap Muhammadiyah

Penganugerahan Bintang Muhammadiyah itu diberikan oleh K.H.A Badawi beserta 45 anggota-anggota PP Muhammadiyah dan majelis-majelisnya. Bintang itu disematkan di atas dada kanan Bung Karno, dengan didahului kalimat: Bismillahirrahmanirrahim. Diterangkan bahwa penganugerahan itu berlangsung dengan suasana khidmat sunyi senyap. Sementara Bung Karno yang waktu itu berpakaian lengkap Panglima Tertinggi kelihatan “mantep dan terharu”.

Atas penganugerahan itu, Bung Karno menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada Muhammadiyah. Ia berjanji akan sering memakai bintang itu. Berikut pidato Bung Karno setalah menerima Bintang Muhammadiyah:

“Saudara-saudara sekalian,

Ini hari menurut uraian saudara K.H.A. Badawi adalah genap 54 tahun almarhum K.H.A. Dahlan mendirikan Muhammadijah. Saja amat terharu bahwa djustru pada hari jang demikian itu saja diberi penghargaan jang amat tinggi diatas dada saja, ialah “Bintang Muhammadijah”. Malah jang dikatakan satu-satunja.

Saja kenal K.H.A. Dahlan itu untuk pertama kali tatkala saja masih muda-belia di Surabaja –masih djadi murid di H.B.S—kira-kira umur 15-16 tahun; djadi kira-kira 50 tahun jang lalu, dan saja sekarang umur 64 tahun. Pada waktu umur 16 tahun di Surabaja sebagai murid sekolah H.B.S., saja mondok dirumah almarhum H.O.S. Tjokroaminoto, K.H.A. Dahlan datang di Surabaja mampir dirumah kenalan/kawannja H.O.S. Tjokroaminoto itu, jang pada waktu itu belum hadji. Dan saja sebagai seorang pemuda sering sekali djika Pak Tjokro itu menerima tamu jang ternama selalu memanggil saja. Saja berkenalan dengan K.H.A. Dahlan dirumah pak Tjokro. Saja kenal dengan Dr. Setiabudi dirumah Pak Tjokro. Saja kenal dengan Semaun dirumah Pak Tjokro. Saja kenal dengan Surjopranoto dirumah pak Tjokro.

Karena pada waktu itu minat saja kepada politik sudah besar, saja ikut dempel mendengarkan pembitjaraan antara dua tokoh jang terkenal itu. Saja amat tertarik oleh pembitjaraan kedua beliau itu. Pembitjaraan K.H.A. Dahlan terpusat pada pembangunan Islam, membangunkan Islam kembali. Islam pada waktu itu jang menurut beliau sudah padam harus dibangun kembali atau dalam bahasa Inggrisnja “revival of Islam”. Saja sudah dapat sedikit-sedikit peladjaran agama Islam dari Pak Tjokro, saja sering kintil Pak Tjokro. Pada waktu K.H.A. Dahlan mengadakan tabligh di Bubutan, Peneleh, Kapasari, Ngampel, saja diizinkan ngintil, supaja saja lebih djelas menerima uraian-uraian beliau tentang revival of Islam.

Apa jang saja dengar saja tanamkan dalam dada saja. Lebih-lebih sedjak djadi pemimpin partai politik, dipendjara, diinterniran sampai saja djadi Presiden, apa jang mendjadi peladjaran beliau tentang revival of Islam itu mendjadi bintang pimpinan atau lightstar bagi saja. Bahkan baru-baru ini saja oleh K.I.A.A. dilemparkan ketempat jang tinggi sebagai Pahlawan Islam dan Kemerdekaan adalah oleh karena saja selalu patuh mendengarkan garis-garis besar jang diadjarkan K.H.A. Dahlan itu, agar Islam bangun kembali duduk setaraf dengan jang lain-lain sebagai jang dikehendaki oleh Allah dan Muhammad saw.

Bintang Muhammadijah ini Insja Allah akan selalu saja pakai.

Marilah kita tetap berusaha dan berichtiar untuk selalu mengadakan revival of Islam di Indonesia maupun diseluruh dunia.”

Baca Juga: 20 Pelajaran Kiai Ahmad Dahlan

Bintang Muhammadiyah yang disematkan di dada Bung Karno terbuat dari emas murni, berbentuk matahari dengan dua belas sinarnya. Di tengahnya tertulis “Muhammadiyah”, dan dikelilingi oleh tulisan dua kalimat syahadat. Garis tengahnya 3 (tiga) sentimeter. Bintang itu bercahaya gemerlapan.

Dalam kesempatan tersebut, Bung Karno juga diberikan Piagam Anugerah Bintang Muhammadiyah yang ditandatangani oleh K.H.A. Badawi selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah dan M. Djindar Tamimy selaku Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Dalam piagam tersebut tertera semboyan Bung Karno yang terkenal, “Sekali Muhammadijah Tetap Muhammadijah”.

Atas dianugerahkannya Bintang Muhammadiyah kepada Bung Karno, Menteri Koordinator Kompartimen Kesedjahteraan Republik Indonesia waktu itu, Muljadi Djojomartono menyampaikan bahwa sungguh tepat Muhammadijah menganugerahkan “Bintang Muhammadijah” kepada anggotanya yang setia.

“Saja termasuk salah seorang jang merasa sangat gembira dan mengutjap sjukur Alhamdulillah, bahwa Muhammadijah tiada melupakan akan anggotanja jang setia jang telah banjak memberi semangat revolusioner kepada Muhammadijah dan anggota-anggotanja sedjak tahun 1938 di Bengkulen sebagai anggota Madjelis Consul Urusan Pengadjaran. Dengan penganugerahan Bintang Muhammadijah jang tentunja akan sering menghias dada Paduka Jang Mulia Presiden, beliau akan selalu ingat kepada sembojan beliau “sekali Muhammadijah tetap Muhammadijah,” kata Muljadi. (siraj)

Related posts
Berita

Irman Gusman Berkomitmen Jadikan Masjid Taqwa Muhammadiyah Ikon Religius Sumatera Barat

  Padang, Suara ‘Aisyiyah – Anggota DPD RI, Irman Gusman, mengadakan kegiatan reses di Masjid Taqwa Muhammadiyah, Sumatera Barat, pada Senin (16/12)….
Lensa Organisasi

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) merupakan seperangkat nilai dan norma islami yang bersumber pada al-Quran dan as-Sunah yang dijadikan pola tingkah…
Hikmah

Ijtihad Kalender Islam Global Muhammadiyah

Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar* Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki karakter progresif dan berkemajuan. Di antara karakter itu tampak dari apresiasinya terhadap…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *