Berita

Soroti Kemiskinan Kontemporer, Rakernas MKS PPA Bahas Perspektif Neo Al-Maun

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Rapat Kerja Nasional Majelis Kesejahteraan Sosial Pimpinan Pusat (Rakernas MKS PP) ‘Aisyiyah pada hari ketiga mengambil tema “Kemiskinan Kontemporer: Perspektif Neo Al-Ma’un” (30/7).

Rektor UIN Salatiga, Zakiyudin Baidhowi mengawali materi dengan menyampaikan bahwa kemiskinan tidak bersifat status quo, namun kemiskinan itu disebabkan dengan faktor struktural. Hal ini membuat sebagain umat manusia jauh lebih menderita, yang miskin semakin miskin, dan yang kaya semakin kaya. Salah satu penyebabnya adalah Globalisasi dan Neo Liberalisasi, yang menghasilkan kemakmuran, namun di sisi lain juga melipatgandakan kemiskinan.

Zakiyudin mengajak untuk memikirkan oligarki kontemporer ketokohan Qarun, Fir’aun, Haman, dan Samiri yang hidup pada satu masa dengan pembacaan politik. “Siapa Fir’aun di era kontemporer? Jangan sampai menganggap tokoh Fir’aun itu masa lampau,” ungkapnya.

Zakiyudin menjelaskan, Fir’aun kontemporer ialah penguasa politik yang korupsi, yang oleh pengusa global dipaksa untuk neolineralisme. Para penguasa politik korup yang dipaksa membuat deregulasi dan regulasi demi kepentingan kekuatan-kekuatan  ekonomi global.

Sementara Qarun, Zakiyudin menerangkan, kekuatan ekonomi global hegemonik karena logika Qarun adalah manusia harus mengglobal. Manusia harus terus-menerus mengupayakan temuan teknologi demi internasionalisasi produk. Manusia harus mengendalikan pesaing-pesaing, dan harus meliberalkan pasarnya sendiri. Manusia harus melawan intervensi negara, dan memprivatisasi diri.

Baca Juga: Mariman Darto: Muhammadiyah dan Aisyiyah Harus Bersinergi dalam Penanganan Mustadafin 

Sementara Haman merupakan orang pintar di zaman Fir’aun, Hamanlah yang diperintah Fir’aun untuk membangun gedung-gedung tinggi pencakar langit. Zaman sekarang, diperlukan Haman, yaitu para intelektual, teknokrat, staf ahli yang baik. Karena masih banyak kaum intelektual begundal dan teknokrat tukang yang digaji besar dan diberi kedudukan terhormat oleh Qarun dan Fir’aun untuk mengabdi kepada kepentingan oligarki dan ekonomi global.

Samiri merupakan tokoh agamawan yang oleh Fir’aun diperintah untuk menciptakan sesembahan baru. Samiri di zaman sekarang, ialah kaum agamawan bandit pro oligarki dan status quo yang memanipulasi doktrin atau hukum agama untuk eksploitasi kaum mustad`afin. Mereka memperoleh keuntungan finansial dari Qarun, Fir`aun dan Haman yang menjadi patronnya. Globalisme merupakan fatalisme baru yang memapankan “agama kapital” dengan tiga rukun iman, yaitu liberalisasi, deregulasi/regulasi, dan privatisasi.

Keempat orang tersebut, jika sudah berkumpul, maka akan menjadi oligarki. Zakiyudin menyampaikan, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah harus melihat komponen kemiskinan secara kontekstual, yakni karitas, kapasitas, dan otoritas.

Terdapat dua golongan miskin yang disampaikan Zakiyudin, yaitu miskin human capital dimana mereka tidak mendapatkan pendidikan maupun life skill untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan miskin social capital dimana mereka telah mendapatkan akses pendidikan, namun tidak memiliki jejaring untuk karirnya.

“Oleh karenanya, Muhammadiyah dan ’Aisyiyah harus jadi orang kaya supaya mudah masuk surganya, karena bisa membantu kaum mustad’afin,” ungkap Zakiyudin. (Islamiyatur/sa)

Related posts
Berita

Mariman Darto: Muhammadiyah dan Aisyiyah Harus Bersinergi dalam Penanganan Mustadafin

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Hari pertama serangkaian acara Rapat Kerja Nasional Majelis Kesejahteraan Sosial Pimpinan Pusat (Rakernas MKS PP) ‘Aisyiyah, materi yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *