“Dospundi kulo mboten kuatir bu, putu kulo niki mular terus, awake anget soale sampun kaleh dinten mboten diparingi minum nopo-nopo. Eh lha kalian bu bidan mboten angsal diparingi susu botol. Cobi jenengan ngoten mboten kuatir ta Bu, menawi wonten kedadian sampek sedo ngoten dospundi”.
(Bagaimana saya tidak khawatir bu, cucu saya menangis terus, badannya agak panas karena sudah dua hari tidak diberi minum apa-apa. Eh sama bu bidan tidak diperbolehkan untuk diberikan susu formula. Coba Anda (red- bidan) sendiri apa tidak khawatir Bu, kalau sampai ada kejadian meninggal bagaimana).
Hal tersebut diungkapkan salah satu nenek dari cucu yang lahir melalui persalinan bidan Sri Kaeni, yang juga Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Bedingin, Kecamatan Sugiyo, Kabupaten Lamongan. Situasi tersebut seringkali dihadapi oleh Sri Kaeni, Bidan Desa Bedingin. Masyarakat setempat rupanya masih percaya dengan berbagai mitos sehingga kerap membuat penolakan saat bidan menjelaskan perihal ASI Eksklusif dalam perspektif kesehatan. Namun, Sri Kaeni tak putus asa, ia terus mendampingi para ibu usai persalinan untuk memberikan ASI Eksklusif.
Saat mengkampanyekan ASI Eksklusif, sebagian warga khususnya keluarga yang bekerja menolak. Anggapan bahwa terlalu ribet jika harus memeras dan menyimpan ASI masih melekat kuat. Namun Sri Kaeni tetap berupaya menjelaskan tentang pentingnya ASI Eksklusif bagi bayi. Tidak jarang, ibu tiga anak ini beradu argumentasi dengan keluarga. Paling sering terjadi ketika 1 hingga 2 hari setelah bayi lahir, ASI belum kunjung keluar sehingga kebanyakan keluarga panik dan marah kepada bidan agar memberikan susu formula pada bayinya. Sri Kaeni terkadang juga kena marah nenek dari sang bayi karena dianggap menelantarkan cucunya.
Pasca persalinan, bidan Sri selalu melakukan kunjungan rumah, memastikan apakah ASI sudah keluar atau belum. Jika ASI belum keluar, ia meminta kepada keluarga untuk tidak memberikan makanan atau minuman apapun pada bayi. Sedangkan pada ibunya disarankan untuk makan makanan yang bergizi, konsumsi sayur dan buah-buahan yang dapat memperlancar ASI. Tidak hanya itu, saat melakukan kunjungan rumah, ia juga mengajarkan cara menyusui yang benar selain melakukan pemeriksaan lainnya.
Baca Juga: Dakwah Kesehatan dalam Kongres Bayi Aisyiyah
Melalui Balai Sakinah ‘Aisyiyah pula, Sri Kaeni memberikan sosialisasi tentang kesehatan reproduksi, mulai dari kesehatan ibu hamil, ASI Eksklusif, hingga deteksi dini kanker leher rahim maupun kanker payudara. Bagi ibu yang berhasil memberikan ASI Eksklusif diberikan sertifikat ASI Eksklusif dan bingkisan.
Program sertifikat ASI Eksklusif tersebut berhasil diupayakan setelah ia dan kader BSA menjalin komunikasi dengan PCA, pemerintahan desa, dan Puskesmas. Respons positif didapat, sehingga Puskesmas dan PCA memberikan sertifikat tersebut sebagai penghargaan atas kegigihan ibu dalam memberikan ASI. Kini, berkat komitmen, pendampingan, dan ketekunannya bersama kader BSA yang lain, semakin banyak ibu yang berhasil memberikan ASI Eksklusif.
Upaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak terus dikembangkan. BSA setempat bahkan mengadakan program Rumah Gizi, yaitu program pengurangan stunting berbasis komunitas. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah kebun dan kolam gizi. Ia memanfaatkan pekarangan yang ada untuk lahan bertanam sekaligus kolam ikan. Dengan begitu, ia berharap kebutuhan gizi seperti sayur maupun protein hewani dapat tercukupi.
Melalui BSA, Sri Kaeni dan para kader juga berikhtiar untuk mendorong deteksi kanker payudara dan serviks. Ia bersama kader berjibaku melakukan sosialisasi tentang pentingnya deteksi dini kanker tes IVA maupun Pap Smear. Pesan kunci yang disampaikannya, “semakin cepat terdeteksi akan semakin besar peluang untuk sembuh”.
Sebagai bidan, ia merasa sangat terbantu dengan menggerakkan Balai Sakinah ‘Aisyiyah, karena berbagai pendekatan dilakukan oleh kader BSA agar warga perempuan di desanya mau melakukan deteksi dini kanker. Hasilnya, dari semula hanya sekitar 4 sampai 5 orang perempuan yang mau melakukan tes IVA, selanjutnya jumlah peserta IVA meningkat hingga 122 orang dalam setahun, atau meningkat berkali-kali lipat.
Supaya warga di desanya dapat melakukan pemeriksaan IVA secara gratis, Sri Kaeni memiliki inisiatif untuk mengusahakan pembiayaan tes IVA melalui dana desa siaga. Dana desa siaga ini merupakan hasil iuran dari setiap kepala keluarga sebesar Rp. 1.000,- per bulan bersamaan dengan penarikan rekening listrik, yang dialokasikan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara mandiri. Program Dana Desa Siaga merupakan inisiatif pemerintah Desa Bedingin bersama bidan desa Sri Kaeni yang telah menjadi kesepakatan warga. Dana desa siaga ini dapat digunakan untuk pemberian PMT, kesehatan ibu dan anak, bantuan biaya pemeriksaan IVA secara gratis.
Atas komitmen dan ketekunannya, serta dukungan dari kader BSA, Sri Kaeni pernah meraih penghargaan sebagai Bidan Desa Teladan di tingkat Kabupaten Lamongan. Kini, ia pun dipercaya sebagai koordinator forum kader Qaryah Thayyibah se-PDA Lamongan. (Niswatin/Hajar)