Kesehatan

Stres Pasca-Trauma Kekerasan Seksual dan Penanganannya

PTSD
PTSD

PTSD (foto: unsplash/susan-wilkinson)

Oleh: Riza Nabila A.*

Pelecehan dan kekerasan seksual berupa pemerkosaan adalah salah satu hal terburuk dan terberat yang bisa dialami manusia, baik perempuan ataupun laki-laki. Kekerasan seksual merupakan serangkaian tindakan yang melibatkan kontak atau perilaku seksual yang tidak diinginkan atau bersifat memaksa. Ada berbagai jenis tindakan yang bisa diartikan ke dalam kekerasan seksual, seperti pemerkosaan hingga segala bentuk sentuhan yang tidak diinginkan.

Tindakan kekerasan seksual bukan hanya membuat korbannya mengalami perasaan malu atau tidak nyaman, melainkan juga mengalami penderitaan traumatis yang dapat mengakibatkan stres dan depresi sehingga memerosotkan kualitas hidup korban, sebab selain luka fisik, peristiwa itu juga membawa luka batin atau psikis yang membutuhkan waktu untuk sembuh.

Menurut data WHO, setiap hari ada satu orang perempuan dilecehkan, diperkosa, dan dipukuli di seluruh dunia. Setidaknya setengah dari penduduk dunia yang berjenis kelamin perempuan telah mengalami baik kekerasan secara fisik maupun psikis. Studi tentang kekerasan dalam pelecehan seksual dan pemerkosaan memang mendapati bahwa sebagian besar korban pelecehan seksual dan pemerkosaan adalah perempuan. Relatif sedikit laki-laki yang menjadi korban dan umumnya pelaku pelecehan adalah laki-laki juga.

Para pelaku pelecehan seksual umumnya merupakan orang-orang dekat di sekitar korban dan tidak jarang telah dikenal dengan baik oleh korban. Dalam sebagian kasus lainnya, pelecehan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal yang semula tampil sebagai orang baik yang menawarkan bantuan. Tindakan pelecehan seksual dan perkosaan akan mendatangkan trauma yang mendalam bagi korban.

Trauma akibat kekerasan seksual merupakan kondisi yang sulit untuk disembuhkan. Butuh waktu yang lama, bisa bertahun-tahun, agar korban kekerasan dapat betul-betul terlepas dari traumanya. Dampak fisik dari tindakan kekerasan seksual memang dapat diobati secara medis di fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi dampak atau trauma psikisnya sulit disembuhkan.

Dampak psikis itu bisa menetap sebagai penderitaan psikis laten yang kapan pun bisa kambuh saat korban berada dalam situasi yang serupa dengan saat kekerasan seksual itu terjadi. Dalam kondisi seperti itu, pengalaman buruk korban muncul dalam ingatannya dan membuatnya merasakan penderitaan itu lagi.

Korban kekerasan seksual dan perkosaan dapat mengalami stres akibat pengalaman traumatisnya. Gangguan stres yang dialami korban pelecehan seksual dan perkosaan termasuk dalam kategori gangguan stres pascatrauma (post-traumatic stress disorder—PTSD).

PTSD adalah gangguan mental yang terjadi akibat seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan dan bersifat traumatis. Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Springer Publishing Connect mengatakan bahwa 70 persen korban kekerasan seksual mengalami kondisi trauma dengan 40 persennya mengalami gejala PTSD.

Jika tidak diatasi dengan baik, kondisi ini dapat menyebabkan pengidapnya mengalami depresi hingga percobaan bunuh diri. Oleh sebab itu, perlu segera dilakukan penanganan maupun pendampingan psikologis bagi korban agar tidak mengalami stres pascatrauma.

Gejala PTSD

Ada beberapa gejala PTSD yang kerap dialami oleh korban kekerasan seksual. Misalnya adalah korban cenderung memiliki pikiran negatif terhadap orang baru, mengalami kecemasan, suka menghindari kerumunan, mudah terkejut, hingga sering mengalami pikiran yang buruk saat melihat suatu objek yang mengingatkan peristiwa traumatis tersebut.

Selain itu, korban juga bisa mengalami gejala fisik seperti kondisi tubuh yang tidak nyaman, sakit kepala, gangguan tidur, dan mimpi buruk. Gejala-gejala ini jangan dianggap sebagai bagian dari kondisi yang ringan. Jika tidak diatasi dengan baik, konidisi dapat mengakibatkan stres bekepanjangan dan depresi atau memicu tindakan negatif dari korban seperti upaya bunuh diri.

Penanganan PTSD

Penanganan PTSD bisa dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Berikut ini adalah pengobatan yang umum dilakukan, yaitu psikoterapi. Psikoterapi merupakan salah satu perawatan dan pengobatan yang cukup efektif untuk mengatasi trauma dan gejala PTSD akibat kekerasan seksual.

Ada beberapa jenis terapi yang bisa dilakukan dalam hal ini. Misalnya adalah cognitive processing therapy. Terapi ini membantu korban untuk menghadapi ingatan dan pikiran yang tidak menyenangkan mengenai suatu kejadian.

Baca Juga: Melawan Kekerasan Seksual

Selama terapi, tim medis akan membantu untuk memperbaiki pikiran agar tidak mendorong seseorang mengalami gejala terus-menerus. Selanjutnya ada prolonged-exposure therapy. Terapi ini mengajarkan seseorang untuk mengetahui perilaku yang perlu direspons atau dihindari terkait situasi atau pikiran negatif yang muncul pada diri korban.

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk korban kekerasan ialah ajakan dan pendampingan korban untuk membantu atau menolong diri sendiri. Dalam upaya ini terapis atau tim medis akan membantu korban kekerasan seksual melakukan berbagai teknik yang bisa membuatnya mampu menolong diri sendiri menjadi lebih rileks dan tenang.

Upaya berikutnya adalah melakukan olahraga. Rutin berolahraga menjadi salah satu hal yang perlu dilakukan agar tubuh lebih mudah mengatur emosi dan suasana hati. Selanjutnya ialah melakukan hobi yang dipunyai korban. Sangatlah disarankan untuk mengelola perasaan yang dialami korban dengan melakukan kegiatan atau hobi yang disukainya. Upaya ini mampu membuat korban mendapatkan perasaan yang lebih tenang. Berikutnya, upaya memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral dalam tubuh juga perlu dilakukan untuk membantu mengoptimalkan kesehatan mental korban.

Pada masa-masa awal trauma hal yang dapat dilakukan untuk korban ialah mendampingi proses pemulihan kondisi psikis korban. Caranya adalah sebagai berikut. Pertama, mengamankan korban dan menjauhkannya dari pelaku sehingga perilaku kekerasan tidak berulang.

Kedua, memberikan dukungan pada korban. Dukungan dari keluarga adalah salah satu faktor yang dapat menguatkan secara diri terutama secara psikis.

Ketiga, bercerita. Berikan kesempatan bagi korban untuk menceritakan peristiwa yang dialaminya. Hal ini merupakan salah satu bentuk terapi. Tentu saja korban harus bercerita kepada orang yang tepat dan bisa dipercaya. Bercerita dapat dilakukan pada orang tua, sahabat, kelompok pendukung, maupun terapis.

Keempat, menulis. Menulis merupakan salah satu bentuk pemulihan yang dapat dilakukan jika korban belum siap menceritakan pengalaman atau kondisi traumatis yang dialaminya. Dengan menulis tekanan emosi dapat diluapkan sehingga stres berkurang.

Kelima, bergabung dalam kelompok pendukung. Bergabung dalam kelompok pendukung dapat membantu dalam memulihkan trauma, karena seseorang akan menyadari bahwa ia tidak sendiri, dan ada orang lain yang mengalami hal yang sama dan saling memberikan dukungan satu sama lainnya.

Keenam, melakukan kunjungan kepada tenaga profesional kesehatan mental secara berkala untuk mendapatkan terapi tambahan sehingga membantu mempercepat proses pemulihan.

Ketujuh, latihan mengontrol trauma secara bertahap. Saat ada pemicu trauma, upayakan untuk mampu mengontrol gejala trauma yang muncul secara mandiri dengan teknik relaksasi, distraksi, atau bahkan melakukan aktivitas yang digemari. Hal tersebut dapat mengalihkan fokus mereka terhadap ingatan terkait peristiwa traumatis.

Kedelapan, kembali membangun koneksi. Koneksi yang dibangun kembali memungkinkan seseorang mendapatkan dukungan dan dapat mengalihkan ingatan dari peristiwa traumatis.

*Dosen STIKES Yogyakarta, alumni UGM

Related posts
Berita

Tindak Lanjuti Terbentuknya SATGAS PPKS, Polita Sumbar Adakan Sosialisasi

Padang, Suara ‘Aisyiyah – Politeknik ‘Aisyiyah (Polita) Sumatera Barat (Sumbar) adakan kegiatan Sosilaisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) bagi sivitas akademika…
Berita

UMMI, Kampus Bebas Kekerasan Seksual Ikuti Workshop Peningkatan Kapasitas Satgas PPKS

Sukabumi, Suara ‘Aisyiyah – Berangkat dari Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi,…
Berita

Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual, PPNA Selenggarakan FGD Advokasi Satu Atap

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Kekerasan Seksual terjadi pada semua jenjang pendidikan baik dalam ruang publik dan ruang domestik, serta tidak memandang usia…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *