AnakWawasan

Stunting: Masalah Bangsa, Masalah Kita

Stunting
Stunting

Stunting

Oleh: Anisia Kumala

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2007 ke tahun 2013 menunjukkan fakta yang memprihatinkan, yaitu angka anak dengan kekurangan berat badan (underweight) meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%. Angka anak dengan stunting juga meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%. Sementara anak kurus (wasting) menurun dari 13,6% menjadi 12,1%. Sekitar 8,8 juta anak Indonesia menderita stunting (tubuh pendek) karena kurang gizi. Dari data stunting di atas dapat diartikan bahwa satu dari tiga anak di Indonesia mengalami stunting. Bahkan, jumlahnya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dengan angka tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke dalam lima besar dunia untuk jumlah stunting. 

Stunting merupakan permasalahan gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama atau kronis, yang terjadi sejak bayi dalam kandungan karena saat hamil sang ibu kurang mengonsumsi makanan bergizi. Untuk menentukan status stunting atau tidak, anak perlu diukur panjang atau tingginya, diketahui umur dan dibandingkan dengan rujukan. Anak disebut stunting apabila Tinggi Badan atau Panjang badan anak berada di bawah – 2 SD (Standar Deviasi).

Isu stunting menjadi penting dan strategis karena sebenarnya stunting tidak hanya masalah jangka pendek saja. Dampak stunting bisa sangat panjang dan memiliki multieffect yang cukup kompleks.  Gizi salah (malnutrition) akan mempermudah terjadinya siklus kemiskinan. Anak yang terlahir dengan keadaan stunting, tentu akan mempengaruhi kondisi tubuhnya. Ia akan lebih rentan terkena virus dan bahkan penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, jantung, dll. Hal ini menyebabkan di masa depan ia berpotensi kehilangan sebagian masa produktifnya.

Pada aspek pendidikan, anak yang menderita stunting akan mempengaruhi kondisi kecerdasannya. Tingkat kecerdasan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan anak yang terlahir normal. Akibatnya, anak dengan stunting akan mengalami kesulitan belajar, dan pada akhirnya berujung pada keterbatasan akses ekonomi. Bahkan, menurut data penelitian yang dilakukan oleh IPB, kerugian ekonomi akibat stanting di Indonesia mencapai angka kurang lebih 300 trilyun setiap tahunnya.

Stunting dalam Pandangan Islam

Secara umum al-Quran mensinyalir pentingnya menyiapkan generasi yang kuat, di antaranya surat an-Nisa’ [4]: 9,

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya, ”Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir (terhadap kesejahteraannya). Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-Nisa’ [4]: 9).

Kandungan ayat tersebut memerintahkan agar kita memiliki rasa khawatir meninggalkan anak keturunan yang lemah, baik dalam arti lemah secara fisik, psikis, ekonomi, kesehatan, intelektual, moral, dan sebagainya. Ayat ini mengandung pesan agar kita melindungi anak cucu kita bahkan yang belum lahir sekalipun jauh-jauh hari, jangan sampai nanti ia lahir dalam keadaan tidak sehat, tidak cerdas, kurang gizi, dan terlantar tidak terpelihara.

Selaras dengan ayat di atas, sebuah hadis juga menyebutkan :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

Artinya, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.
Hadis ini menerangkan pentingnya mempersiapkan generasi umat yang kuat secara fisik. Pastilah generasi yang kuat dan tangguh akan dilahirkan dari generasi yang memiliki cukup asupan gizi dan nutrisi. Selain itu, terdapat ayat tentang makan makanan yang halal dan baik. Anjuran makanan bukan hanya yang halal tetapi juga yang baik, pada aspek nutrisi dan gizi. Karena makanan yang baik akan mempengaruhi pertumbuhan fisik maupun juga intelektualitas anak.

Pencegahan stunting termasuk dalam upaya untuk mengimplementasikan ayat dalam surat An-Nisa: [4]: 9 dan juga hadis di atas. Jika stanting yang merupakan manifestasi dari kekurangan gizi dan nutrisi yang baik bagi janin dan balita, maka mencegah stunting  berarti juga mencegah generasi yang lemah. Mencegah stunting berarti mempersiapkan generasi umat yang kuat seperti anjuran al-Quran dan hadis di atas.

Pentingnya ASI dan Nutrisi Anak dalam Islam

Untuk menyiapkan generasi tangguh, ajaran yang dikaitkan dengan pemenuhan nutrisi dan ASI bagi anak ditekankan dalam Islam. Setelah dilahirkan, Islam memberikan hak kepada anak untuk diberikan ASI (radha’ah) selama dua tahun penuh, hingga selanjutnya anak diberikan hak pemenuhan kebutuhan jasmani dari nafkah yang halal dan bergizi.

Artinya, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tabun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketabuilah bahwa Allah Mahamelihat apa yangkamu kerjakan” (QS. al-Baqarah [2]: 233)

Ayat tersebut menegaskan bahwa seorang ibu berkewajiban menyusui anaknya selagi sang ibu mampu. Berkaitan dengan kewajiban menyusui anak ini, Ibn Hazm berkata: ”Setiap ibu baik yang berstatus merdeka atau budak, punya suami maupun menjadi milik tuannya atau tidak kedua-duanya berkewajiban untuk menyusui bayinya suka atau tidak suka, meskipun si ibu adalah anak perempuan seorang khalifah”.

Begitu juga dengan Ibn Qudamah mengatakan, bahwa menjamin dan mengurus bayi adalah wajib karena jika ditelantarkan ia akan binasa. Untuk itu,  bayi harus dijaga dari hal-hal yang membuatnya binasa.

Selain memberi ASI, tugas dan kewajiban lain yang harus dijalankan oleh orang tua kepada anak adalah memberikan makanan yang halal dan thayyib pada anak-anaknya. Halal adalah makanan yang memang disyariatkan dan diperbolehkan dalam hukum Islam. Thayyib adalah makanan yang baik dan mampu memberikan pengaruh yang baik bagi perkembangan bagi anak. Itulah tugas orang tua dalam memberikan makanan sehat untuk anak.

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. al-Baqarah [2]: 172).

Praktik yang mendorong diberikannya ASI oleh ibu juga dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada saat berkuasa. Ia membuat kebijakan nasional untuk memberikan santuan bagi bayi yang baru lahir jika orang itu berasal dari keluarga miskin. Riwayat terkait ini mengisahkan bahwa awalnya Khalifah ar-Rasyid, Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu menetapkan santunan dari Baitul Mal bagi anak-anak yang telah selesai masa penyapihannya (menyusui), yakni usia di atas dua tahun.

Mengetahui kebijakan demikian, para ibu mempercepat masa penyapihan anak-anaknya. Mereka ingin segera mendapat santunan pemerintah, demi meringankan beban rumah tangga. Umar terkejut melihat respon ibu-ibu itu. Lalu, Umar mengeluarkan kebijakan, santunan diberikan kepada setiap anak sejak mereka dilahirkan. Ia tempuh kebijakan ini demi menjaga dan melindungi anak-anak, serta menyenangkan hati para ibu yang sedang menyusui (Thabaqat Ibnu Said, (III: 298); ar-Riyadh an-Nadhirah, (II: 389); dan ath-Thifl fi asy-Syari’ah al-Islamiyah).

Hal ini menandakan bahwa urusan nutrisi dan kesehatan bayi sebagai generasi penerus juga menjadi kebijakan berskala nasional dalam pemerintahan Islam. Tentu saja, hal tersebut membutuhkan political will yang kuat dari pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung. Ayat dan juga sirah nabi serta sahabat nabi di atas merupakan bukti bahwa Islam sangat memperhatikan hak anak terhadap pemenuhan makanan terbaik baginya. ASI sendiri secara teori merupakan asupan terbaik bagi anak. Tentu saja, ASI yang baik harus diawali dari asupan gizi dan nutrisi yang memadai bagi ibu.

Dari beberapa dalil dan sirah di atas, maka bagi umat Islam tidak ada lagi alasan untuk tidak peduli pada isu stunting, karena sesungguhnya mencegah generasi stunting dan mempersiapkan generasi unggul bebas stunting adalah salah satu ajaran inti dari Islam itu sendiri, dan menjadi pengejawantahan dari salah satu maqashid syar’iyyah, yaitu hifz an-nasl. Wallahu alam bisshawab.

Related posts
Berita

PK IMM FIKes UNISA Yogyakarta Berkomitmen Tangani Stunting dan Kesehatan Mental Santriwati

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pimpinan Komisariat (PK) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta kembali menunjukkan kepeduliannya…
Haji

Memastikan Kemanfaatan Sosial Dam Jemaah Haji, Daging Dam Digunakan untuk Penanganan Stunting

Makkah-Suara Aisyiyah. Jika sebelumnya kebanyakan petugas dan jemaah haji mengelola Dam secara mandiri, kini tata kelola Dam dilakukan dengan melibatkan multi pihak…
Berita

Apel Akbar Milad Ke-111 Muhammadiyah, Wali Kota Apresiasi Komitmen Muhammadiyah Cegah Stunting Di Kota Semarang

Semarang, Suara ‘Aisyiyah – Hevearita Gunaryanti Rahayu, Wali Kota Semarang memberi pujian kepada Pimpinan Daerah Muhammadiya (PDM) Kota Semarang karena terlibat langsung…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *