
Suara Aisyiyah
Oleh: Hajar Nur Setyowati
“Sesungguhnja kesempurnaan S.A. tergantung djuga pada saudara2 ‘Aisjijah seluruhnya. Bukankah selamanya S.A. mempunyai sembojan ‘Dari kita untuk kita’… Achirnya kepada Tuhan Allah kami memohon Taufiq dan InajahNya, semoga S.A. dapat terus terbit dengan membawa manfaat jang sebesar-besarnja”.
Kalimat tersebut tercantum dalam Pengantar Kata pada majalah Suara ‘Aisyiyah nomor 1 Djuni 1962. Ternyata, terbitnya Suara ‘Aisyiyah di pertengahan tahun 1962 tersebut (menjelang tibanya Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah ke-setengah abad) menjadi titik-balik kebangkitan kembali majalah Suara ‘Aisyiyah. Majalah ini sempat tidak terbit sejak tahun 1956 setelah Muktamar Muhammadiyah di Palembang hingga Juni 1962.
Dalam sambutan PP Muhammadiyah Majelis ‘Aisyiyah di halaman awal majalah disebutkan bahwa terdapat beragam sebab di balik “macet”-nya penerbitan majalah Suara ‘Aisyiyah, antara lain problem keuangan lantaran biaya penerbitan majalah lebih besar dari sokongan yang diterima. Meskipun demikian, berkali-kali pula penerbitan majalah diupayakan karena desakan dari Daerah, Cabang, dan Ranting ‘Aisyiyah yang menghendaki terbitnya kembali majalah yang dicintai ini. Kesulitan izin terbit yang sempat dialami Suara ‘Aisyiyah akhirnya dapat diatasi dengan keluarnya izin terbit majalah, tepat tiga bulan sebelum terbit kembali pada Juni 1962.
Dalam sambutan yang ditulis akhir Maret 1962 tersebut, disampaikan bahwa manfaat Suara ‘Aisyiyah telah dirasakan baik oleh Majelis ‘Aisyiyah maupun Daerah, Cabang, dan Ranting.
Baca Juga: Suara Aisyiyah Tahun 1927: Perjuangan Mengangkat Derajat Perempuan
“Dengan Suara ‘Aisyiyah Majelis dapat menyampaikan pimpinan dengan lancar dan cepat sampai kepada Daerah, Cabang, dan Ranting, instruksi dapat sampai sebelum waktunya, hingga dirasakan pada saat itu pimpinan ‘Aisyiyah berjalan lancar. Sebaliknya suara Daerah, Cabang, dan Ranting dapat mengemukakan keadaannya masing2. Kemajuan dan kemunduran dapat diketahui sesama anggota hingga yang merasa mundur dapat mencontoh tempat-tempat yang telah maju, dan mendapat bimbingan bagaimanakah untuk memajukan gerakan. Demikian pula karangan2 yang sangat berguna selalu dapat menambah pengetahuan anggota2 kita…”
Demikian banyaknya manfaat yang dirasakan dari kehadiran Suara Aisyiyah itulah, yang mendorong Daerah, Cabang, dan Ranting mendesak terbitnya majalah dan menggerakkan Majelis ‘Aisyiyah mengatasi kesukaran untuk menerbitkan Suara ‘Aisyiyah. Tak heran jika Hajinah, Ketua ‘Aisyiyah yang pernah menjadi pemimpin redaksi Suara ‘Aisyiyah, mengibaratkan Suara ‘Aisyiyah sebagai ‘pesawat terbang’-nya ‘Aisyiyah. Suara ‘Aisyiyah adalah sang penyampai pesan, tuntunan organisasi, dan menjadi media komunikasi warga ‘Aisyiyah dari ujung Timur ke ujung Barat atau sebaliknya.
Bahkan, Suara ‘Aisyiyah, sejak awal telah menjadi wadah berbagi pengetahuan antarpimpinan ‘Aisyiyah yang ditunjukkan dari kalimat ‘Kemajuan dan kemunduran dapat diketahui sesama anggota hingga yang merasa mundur dapat mencontoh tempat-tempat yang telah maju, dan mendapat bimbingan bagaimanakah untuk memajukan gerakan’. Suara Aisyiyah adalah saksi bahwa manajemen pengetahuan organisasi atau knowledge management telah dipraktikkan oleh ‘Aisyiyah sejak masa-masa awal berdirinya organisasi ini.
Sebenarnya bukan kali itu saja Suara ‘Aisyiyah sempat mengalami kesulitan untuk bertahan terbit. Suara ‘Aisyiyah juga sempat mengalami situasi yang mereka sebut “hidup tak subur, mati tak suka”. Pengelola Suara ‘Aisyiyah beberapa kali menyiasati lewat tebal-tipisnya halaman, memperpanjang jarak waktu terbit, atau tidak terbit sesuai jadwal. Majelis Aisyiyah tidak dapat menanggung sendiri biaya cetak sehingga sebagian besar ongkos penerbitan dialihkan kepada pembaca. Muncul kemudian slogan “Dari Kita, oleh Kita, dan bagi Kita”. Pada Kongres Aisjijah ke-21, Hajinah, tokoh ‘Aisyiyah yang pernah menjadi Ketua ‘Aisyiyah dan Redaksi Suara ‘Aisyiyah ini pernah melontarkan kalimat provokatif,
“Marilah Soeara Aisjijah itu kita hidupi betul-betul… Kalau tidak, baiklah kita bunuh saja mati-mati dan kita tanam dalam-dalam.”
Baca Juga: Profil Siti Hayinah dan Siti Munjiyah: Kader ‘Aisyiyah yang Diusulkan sebagai Pahlawan Nasional
Tulisan pengantar redaksi maupun sambutan Majelis ‘Aisyiyah dalam majalah Suara ‘Aisyiyah terbitan Juni 1962, mengingatkan kita untuk mencintai majalah organisasi kita. Salah satu majalah perempuan tertua bangsa ini yang masih terus bertahan. Pada tahun 1442 H ini, majalah Suara ‘Aisyiyah telah berusia 97 tahun berdasarkan penanggalan hijriyah, atau akan menapaki perjalanan satu abad.
“Sesudah 15 tahun, menghadapi 16 tahun, 17, 18 dan seterusnya, hingga dapatkah Soeara Aisjijah (SA) nanti memperingati 20 tahunannya? 25-40-50-100 tahunannya dan sampai… masya Allah.” (Soeara Aisjijah, Oktober 1940).
Jika mengacu pada semboyan ‘Dari Kita untuk Kita’, maka majalah ini hendaknya kita hidup-hidupi bersama. Caranya antara lain dengan berlangganan dan membaca majalah Suara ‘Aisyiyah sebagai panduan dalam kehidupan organisasi maupun keseharian. Tidak kalah penting adalah dengan mengirimkan tulisan, kabar organisasi, maupun praktik baik yang dilakukan ‘Aisyiyah di wilayahnya agar dapat menjadi inspirasi bagi lainnya. Sayangnya, dalam pendataan Cabang dan Ranting yang dilakukan Lembaga Penelitian dan Pengembangan ‘Aisyiyah pada beberapa wilayah di Indonesia, ternyata belum semua pimpinan berlangganan majalah Suara ‘Aisyiyah.
Perkembangan teknologi informasi tentu menjadi tantangan tersendiri dalam menghidupi dan mengembangkan Suara ‘Aisyiyah. Sebagai ikhtiar beradaptasi dalam kemajuan teknologi informasi, Suara ‘Aisyiyah telah meluncurkan laman www.suaraaisyiyah.id dan aplikasi Suara ‘Aisyiyah. Namun demikian, Suara ‘Aisyiyah tetap menaruh prioritas pada penerbitan versi cetak sebagai produk awal Suara ‘Aisyiyah dan masih banyaknya pembaca majalah ini, meski nantinya diharapkan dapat berkembang pula versi e-magazine sesuai dengan kebutuhan segmen pembaca Suara ‘Aisyiyah yang beragam.
Baca Juga: ‘Aisyiyah: Pelopor Perempuan Berkemajuan
Pungkasan, tulisan pengantar redaksi dan sambutan majelis ‘Aisyiyah yang ditulis 58 tahun lalu pada terbitan Juni 1962, ternyata masih relevan dengan situasi saat ini. Mari mencintai Suara ‘Aisyiyah, bukan saja melalui kata, tetapi melalui tindakan berbasis nilai. Majalah ini bukan saja panduan dalam kehidupan berorganisasi, tetapi yang jauh lebih penting adalah bagian dari jihad literasi ‘Aisyiyah, sejalan dengan gerakan ilmu yang menjadi agenda strategis dalam Pokok Pikiran ‘Aisyiyah Abad Kedua. Hajinah pernah mengingatkan, “Kalau bulan dan matahari adalah suluhnya dunia, maka orang ja-ngan lupa, surat kabar adalah suluhnya manusia.”