Tak semua orang multitalenta dan tak semua orang mampu mengembangkan talentanya untuk berdakwah. Sugeng Nugroho dan Johar Fuad adalah kakak-beradik yang mampu membuktikan bahwa talenta mereka di bidang seni dapat dimanfaatkan untuk berdakwah.
Sugeng merupakan guru di SMK Muhammadiyah 1, Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, sedangkan Johar merupakan guru di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta (1994-2003) dan sekarang guru di SMPN 2 Piyungan, Yogyakarta. Keduanya memiliki kesamaan dalam hal kecintaan kepada seni. Mereka dididik dalam keluarga yang taat beribadah dengan ghirah perjuangan Islam yang tinggi.
Dakwah kepada Kaum Marginal
Di masyarakat, Sugeng yang tinggal di Sawahan, Bonyokan, Jatinom, Klaten, Jawa Tengah ini selain dikenal sebagai dai de-ngan massa yang banyak. Dikenal pula sebagai dai yang bersedia “blusukan” ke desa-desa, gang-gang sempit, dan dari rumah ke rumah. Ceramahnya dikenal menyentuh hati, mengangkat problematika riil masyarakat, dan memadukannya dengan adat-istiadat setempat. Hal yang tidak dapat dilupakan adalah, Sugeng seringkali menyelingi ceramahnya dengan nyanyian dan tak jarang pula menggunakan alat musik.
“Ceramah itu bisa di kota, bisa juga sampai pelosok desa, bahkan di lereng gunung Merapi, terutama kepada masyarakat yang belum menjalankan shalat dan haus akan hiburan,” ungkap penggerak Pimpinan Ranting Muhammadiyah di Jatinom, Klaten itu.
Beberapa kali pria kelahiran Klaten, 5 April 1955 itu berkolaborasi dengan Emha Ainun Najib, dan pernah juga dengan Ustadz Wijayanto.
“Dakwah saya itu dengan seni. Seni drama, ketoprak, wayang, seni suara, dan lawak. Dengan cara ini materi yang disampaikan mudah menembus hati pendengar, termasuk para pemabuk, penjudi, preman, dan sebagainya,” paparnya.
Selain kepada kaum marginal, dakwah Sugeng juga digemari oleh kalangan non-muslim. Hingga kini banyak non-muslim yang telah bersyahadat dan menjalankan shalat lima waktu. Bahkan, kini mereka membentuk grup “Nada dan Dakwah Keroncong Shalawat” yang semua anggotanya merupakan mualaf. Mereka siap-sedia menerima panggilan dakwah melalui musik.
“Kepada mereka kita perlu menerjemahkan ayat dengan memakai dinamika, tempo, dan penekanan, sebagaimana yang diajarkan oleh Allah, yaitu berbicara kepada orang kafir atau orang munafik itu harus menggunakan seni peran,” jelas Sugeng.
Memulai dari Wulang Reh
Sama halnya dengan Su-geng, Johar juga seorang dai yang berdakwah dengan seni, terutama seni musik. Sejak tinggal di Piyungan RT O4 Srimartani Piyungan Bàntul, Yogyakarta pada 1998, ia mendirikan dua grup musik yang beranggotakan simpatisan Muhammadiyah. Grup musik untuk warga yang tua merupakan grup Laras Madyo yang menggunakan alat musik kendang, jemblung, kempul, kempyang, kemanak, siter, dan gender. Sementara itu, grup musik untuk warga yang remaja merupakan grup musik keroncong yang menggunakan alat musik cuk, cak, gitar melodi, bass, biola, dan fluit.
Dalam dakwahnya, Johar yang kelahiran 15 Desember 1965 itu memulai dari membahas kitab Wulang Reh, anggitan Pakubuwono IV yang dilanjutkan dengan pembahasan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang terkait.
“Wulang artinya pitutur. Reh artinya laku Jadi, isi Wulangreh itu nasihat-nasihat yang baik bagi kehidupan manusia, sejak lahir, dewasa, tua, hingga mati. Dalam Wulangreh juga banyak ajaran tentang akhlak, perintah ibadah, cara mencari guru yang baik, tidak boleh sombong, perintah untuk belajar, dan sebagainya,” jelasnya penggerak MPM Pimpinan Cabang Muhammadiyah Piyungan itu.
Selain di masyarakat umum, Johar dengan grupnya juga banyak tampil di lingkungan Muhammadiyah, seperti di PCM, PDM, sekolah Muhammadiyah, dan perguruan tinggi Muhammadiyah.
Meskipun terpisah kota, Sugeng dan Johar yang sama-sama mengembangkan Lembaga Seni Budaya dan Olah Raga (LSBO) Muhammadiyah ini sesekali berkolaborasi untuk tampil bersama, misalnya saat tampil di Jolosutro dan di Ngijo, Piyungan, Yogyakarta. “Keuntungan kolaborasi, yaitu bisa saling mengisi dan saling melengkapi sesuai dengan kelebihan masing-masing. Semua dilakukan secara spontan,” ujar Johar.(Sofia)
Baca selengkapnya di Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 3, Maret 2020
Sumber ilustrasi :