Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Di tengah sengketa antara konsep keagamaan dan nasionalisme, Muhammadiyah menawarkan suatu rumusan konsep yang menjadi jembatan antara dua hal yang sering dikontradiksikan. Rumusan konsep itu adalah dar al-‘ahd wa asy-syahadah. Oleh Ketua PP Muhammadiyah Syafiq Mughni, dar al-‘ahd wa asy-syahadah adalah rumusan yang paling bagus untuk menyelesaikan sengketa konflik antara keagamaan dan nasionalisme.
Pernyataan itu disampaikan Syafiq Mughni ketika memberi pengantar dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumat (15/10). Dalam pengajian bertema “Keberagaman dan Nasionalisme Kaum Muda” itu, mewakili PP Muhammadiyah, Syafiq mengungkapkan rasa bangganya kepada para narasumber yang merupakan representasi dari golongan muda.
Baca Juga: Islam dan Nasionalisme
Tahun 1930-an, kata Syafiq, diskusi tentang Islam dan nasionalisme juga intens dilakukan oleh golongan muda. Ia menyebut nama Natsir dan Soekarno yang secara tajam dan intelektual memperdebatkan dan mencari rumusan terbaik bagi masa depan Indonesia.
“Itu proses yang mencerdaskan, dan membuat kita lebih dewasa sebagai seorang Muslim dan sebagai warga Indonesia. Sejarah mencatat, pikiran kaum muda sangat cerdas dan mencerahkan. Pikiran-pikiran itu memberi pengetahuan, kesadaran, dan pencerahan,” jelasnya.
Syafiq menjelaskan, perdebatan tentang keagamaan dan nasionalisme berkaitan erat dengan konsep suku bangsa, yang dalam Q.S. al-Hujurat: 13 disebut dengan “syu’uban wa qaba’ila”. Konsep ini mengalami pergeseran (transformasi) makna seiring perkembangan zaman. Menurutnya, pada masa modern, sebuah bangsa tidak hanya diikat oleh darah atau keturunan, tetapi juga diikat oleh kepentingan bersama. Kepentingan itu bisa berwujud banyak hal, salah satunya adalah kepentingan untuk meraih kemerdekaan.
Lebih dari itu, Syafiq menegaskan bahwa cinta tanah air adalah sesuatu yang sifatnya natural. Ia mengatakan, “cinta tanah air adalah sesuatu yang natural, karena kita butuh tempat untuk tinggal, kita butuh tetangga untuk bergaul, kita perlu sahabat sebangsa dan setanah air untuk memperjuangkan nasib bersama melawan segala penjajahan dan kedzaliman. Maka, itu adalah sesuatu yang natural, sesuatu yang bisa dipahami, dan karena itu tidak perlu dipertentangkan dengan ajaran Islam”. (sb)