Yogyakarta, Suara Aisyiyah – Kamis (7/10), Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan kajian pagi dengan mengangkat tema “Pentingnya Niat”. Kajian yang dilakukan secara virtual ini diisi oleh Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Syakir Jamaluddin.
Dalam penyampaian materinya, Syakir menjelaskan bahwa semua amal dan perbuatan yang dilakukan manusia tergantung pada niatnya. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Bukhari dan Muslim mengenai pentingnya niat.
Setiap perbuatan yang dilakukan dengan tanpa unsur kesengajaan atau tidak diinginkan, menurut Syakir, maka perbuatan tersebut tidak memiliki nilai dan juga tidak dapat dinilai. Itulah sebabnya, niat sangat penting karena berhubungan dengan aktivitas-aktivitas manusia.
Ia menjelaskan, di dalam niat terdapat daya dorong dan daya kontrol. Maksud dari daya dorong adalah setiap manusia yang akan melakukan aktivitas akan diiringi dengan keinginan dan semangat. Sedangkan maksud dari daya kontrol adalah bahwa niat itu memiliki daya kontrol yang mendorong aktivitas-aktivitas itu menjadi baik dan benar atau menjadi buruk dan salah.
Baca Juga: Urgensi Sinergi Dakwah Antargenerasi
Itulah sebabnya, lanjutnya, niat dapat dikatakan sebagai raja yang dapat menentukan perbuatan manusia. “Jika niatnya buruk, maka proses dan hasil tidak akan menjadi baik. Tetapi jika niatnya baik, maka kemungkinan besar proses serta hasilnya akan baik,” ucap Syakir.
Selain itu, Syakir juga menjelaskan, dalam konteks dakwah –berdasarkan hadist yang telah disebutkan di muka– hijrah merupakan bagian dari kegiatan dakwah. Oleh karenanya, sebelum berdakwah setiap dai harus meluruskan niatnya terlebih dahulu. Ia menyebut, niat tidak mesti harus diucapkan.
Syakir mengatakan, dalam berdakwah dai harus membebebaskan diri dari berbagai kepentingan selain dengan Allah swt., termasuk misalnya kepentingan mencari jodoh, mencari harta, tahta dan jabatan, atau ingin mendapatkan pujian dari orang lain. Berdakwah harus ikhlas semata-mata murni dan tulus karena Allah swt.
Selanjutnya, di akhir penjelasannya, ia menyampaikan bahwa seseorang dikatakan ikhlas jika memenuhi tiga unsur. Pertama, perihal niatnya. Seseorang dikatakan ikhlas jika niatnya murni karna Allah swt., bukan yang lainnya. Kedua, itqan al-amal. Seseorang yang ikhlas memiliki sikap diri yang profesional, komitmen, disiplin, pekerja keras, bisa kerja sama, dan bertanggung jawab. Ketiga, sikap terhadap hasil. Seseorang yang berhasil maka ia akan bersyukur, dan jika gagal ia akan bersabar, lapang dada, dan intropeksi diri. (silvi)