Islamabad, Suara ‘Aisyiyah – Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Pakistan mengadakan nonton bareng Film “Titir” garapan dari PCPM Weleri pada Sabtu (19/11). Diselenggarakannya acara ini adalah hasil kolaborasi antara tiga ortom Muhammadiyah, yaitu PCIM, Pimpinan Cabang Istimewa Aisyiyah (PCIA), dan Tapak Suci Pakistan.
Nobar film “Titir” ini bertujuan untuk menyampaikan pesan dakwah Muhammadiyah. Hal itu digambarkan dengan perjuangan Kiai Ahmad Dahlan ketika menjalanai proses lika-likunya menggerakkan Muhammadiyah.
Wakil Ketua PCIM Pakistan, Zulfikar Audia membuka sambutan di awal acara. Ia menuturkan bahwa film ini memberikan kesan spirit filantropi yang luar biasa. Lanjutnya, isi film ini informatif dan inspiratif.
Lebih lanjut ia menambahkan, “bangsa ini besar karena sejarah yang menyertainya. Bangsa ini besar karena ada pergerakan dan kreativitas kaum mudanya. Maka saya sangat mengapresiasi film “Titir” produksi Kultum Sinema yang sudah bisa ditayangkan di publik”.
Baca Juga: Perempuan sebagai Jurnalis Mewujudkan Perempuan Berkemajuan
Usai nobar, acara dilanjut dengan penyampaian epilog oleh Fuad Fahmi selaku Dewan Penasehat PCIM Pakistan. Ia menyampaikan bahwa momen yang cukup epik adalah, setelah semua perabotan rumah dijual, Nyai Dahlan menangis bukan karena sedih, melainkan bersyukur karena dengan keadaan yang serba kekurangan tapi masih mampu berbuat untuk Islam.
Ia juga mengutip kata-kata menarik dari Kiai Dahlan dalam film tersebut, “kamu tidak akan mencapai derajat yang sempurna sebelum kamu mengorbankan apa yang kamu cintai”. Pernyataan ini, kata dia, sesuai dengan pesan yang terkandung dalam Q.S. ali Imron: 92.
Usai memberikan epilog, acara ditutup dengan ramah tamah sekaligus pembagian doorprize bagi hadirin yang bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh panitia. Acara yang bertempat di kediaman Zulfikar Alamsyah ini dihadiri oleh seluruh warga Muhammadiyah Pakistan. Acara ini diharapkan dapat kembali menumbuhkan rasa kepedulian kepada sesama dan juga dapat menjadi wadah silaturahmi bagi warga Muhammadiyah di Pakistan. (Zulfikar Audia Pratama/sb)