Oleh: Wakhidah Noor Agustina
“Ibu adalah sekolah utama. Apabila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik”. Demikian bunyi sabda Rasulullah saw. Dalam keluarga, ibu bersama dengan ayah sebagai kepala keluarga berperan menanamkan pondasi pendidikan anak. Tangan lembut dan limpahan kasih sayang ibu sangat penting di dalam proses membesarkan dan menghantarkan anak sukses dalam hidupnya di dunia hingga akhirat kelak.
Diperlukan kolaborasi orang tua dengan lembaga pendidikan dalam mengakomodasi aktivitas belajar yang tepat berdasarkan kebutuhan belajar anak dan aktivitas (pekerjaan) orang tua, sehingga anak dalam belajarnya tetap didampingi orang tua sebagai fasilitator belajar menggantikan peran guru di kelas.
Sejak masa pandemi ini, pembelajaran lebih banyak dilakukan secara daring. Model pembelajaran ini adalah dalam rangka mewujudkan social distancing sebagai upaya untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Kondisi yang “tidak biasa” ini membuat anak mengalami kesulitan mengoptimalkan belajar yang semula dilakukan di sekolah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi semua yang terlibat.
Orang tua harus selalu mendampingi anak-anak dalam belajar di rumah dengan membentuk emosi positif untuk belajar, sehingga aktivitas tersebut akan terasa menyenangkan dan tidak membosankan. Sebab diakui atau tidak, anak akan merasa bosan berada di rumah saja, timbul rasa kangen ingin bertemu dengan guru, bermain dengan teman, dan ingin mengeksplor sekolahnya seperti dulu lagi.
Menghadapi situasi yang terasa monoton dan membosankan bagi anak, orang tua, khususnya ibu, berperan sebagai sekolah utama bagi anak, sesuai dengan hadits Rasulullah di atas. Keterikatan ibu-anak yang sudah terjalin sejak anak dalam kandungan, menempatkan ibu sebagai pemegang peran penting dalam mendidik.
Dengan peran ini, ibu harus berpengetahuan luas, mempunyai tingkat pendidikan yang bagus, dan punya kepribadian shalihah sebagai bekalnya dalam mendidik anak. Relevansinya dengan kondisi pandemi ini, di mana anak banyak belajar di rumah, ibu diharuskan menempa diri agar anak mendapatkan pendidikan berkualitas. Reformasi pendidikan ini menjadi tantangan bagi semuanya, baik peran sebagai anak (peserta didik), maupun sebagai orang tua bahkan peran sebagai pendidik. Tantangan tersebut membuat orang tua agar dapat menstimulasi dan mendampingi belajar sesuai dengan kebutuhan anak.
Baca Juga: Keteladanan Luqman Al-Hakim dalam Pendidikan Anak
Untuk menjawab tantangan belajar di masa pandemi ini, berikut beberapa hal yang dapat dilakukan oleh ibu:
Pertama, menanamkan nilai keislaman. Orang tua perlu bekerja sama untuk membentuk karakter anak di masa pandemi ini. Caranya adalah dengan selalu menanamkan pemahaman terhadap nilai-nilai keislaman sebagai pondasi bahwa di atas segalanya kita mempunyai Yang Maha Kuasa sebagai tujuan utama kita, yang selalu mengawasi perbuatan dan ucapan kita.
Kedua, sabar. Seorang ibu harus bersifat sabar, seperti halnya saat anak kita titipkan di lembaga pendidikan, guru pun bersabar dalam membimbingnya. Sabar ini tidak hanya saat mendidik dan membina anak saja, tentu ibu juga harus bersabar terhadap materi belajar anak yang mungkin tidak dikuasai oleh ibu, terutama yang tidak memiliki latar belakang bidang pendidikan.
Ketiga, transfer knowledge. Seorang ibu mendadak menjadi guru bagi anaknya. Ia belajar bersama anak, tempat anak menimba ilmu, mempelajari kehidupan, dan menanamkan kepercayaan diri yang tinggi pada anak untuk tetap bersemangat belajar dalam kondisi yang tersulit sekali pun, termasuk kondisi saat pandemi ini.
Keempat, memahami keunikan setiap anak. Setiap anak adalah pribadi yang unik. Dalam hal ini, ibu harus dapat menerima setiap bakat dan kecerdasan yang dimiliki anak dan terus membantunya untuk mencapai potensi optimalnya. Seorang ibu harus mampu menjelaskan sesuatu sesuai dengan kemampuan anak.
Kelima, bersungguh-sungguh. Setelah terbentuk pendirian yang kuat dalam diri anak bahwa kita selalu dalam pengawasan Allah, maka perlu juga ditanamkan pada diri anak untuk selalu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan segala sesuatu, dalam hal ini kaitannya dengan belajar anak yang dilakukan dari rumah. Pada dasarnya, semua yang kita lakukan adalah untuk beribadah kepada-Nya, termasuk aktivitas belajar.
Keenam, optimis. Yang tidak kalah pentingnya adalah kita harus menanamkan sikap optimis, tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, sebagaimana Firman-Nya dalam Q.S. az-Zumar: 53. Di masa pandemi ini, dukungan dari keluarga dalam menyelesaikan masalah dapat meningkatkan optimisme bahwa musibah pandemi ini dapat diatasi, sehingga anak akan selalu bahagia dan puas terhadap kehidupannya.
Ketujuh, doa. Sebagai orang tua, ibu harus selalu mendoakan bagi kebaikan anak dan menjaga lisannya, karena sukses yang diraih anak dipengaruhi oleh doa dan perjuangan orang tua.
Sejalan dengan langkah yang dapat diambil oleh ibu sebagai orang tua mengenai pembelajaran di masa pandemi ini, Muhammadiyah berupaya untuk selalu mengelola sistem pembelajaran yang adaptif terhadap situasi ini. Lambannya perjalanan transfer of value dan keteladanan dalam pembelajaran adalah tantangan yang sangat luar biasa, sebagaimana disampaikan oleh sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Alpha Ammirachman, dalam suatu kesempatan.
Akhirnya, meskipun Rasulullah saw. telah meninggalkan kita 14 abad yang lalu, tetapi ajaran beliau tetap relevan sampai sekarang. Relevansi ajaran Rasulullah di masa pandemi Covid-19 ini adalah mengharuskan ibu untuk menjadi madrasah bagi anak-anaknya dan berperan di garda terdepan dalam menjawab tantangan belajar di masa pandemi yang mengharuskan anak belajar di rumah, dan selalu menumbuhkan optimisme dan harapan supaya pandemi segera berlalu.
1 Comment