Makkah-Suara ‘Aisyiyah. Jemaah haji Indonesia mulai kembali ke tanah air secara bertahap baik melalui Jeddah maupun Madinah. Sebelum meninggalkan Makkah, jemaah terlebih dahulu melaksanakan Tawaf Wada.
Makna Tawaf Wada
Siti Aisyah, Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, menjelaskan, wada berarti perpisahan. Dengan demikian, tawaf wada berarti tawaf perpisahan dengan Kabah. Dalam konteks usai melaksanakan ibadah haji, tawaf wada menandakan selesainya semua ibadah haji dan jemaah sudah akan kembali atau meninggalkan Makkah.
Saat jemaah haji datang ke Makkah, biasanya jemaah melaksanakan tawaf qudum. “Tawaf qudum itu ibarat salam selamat datang, ketika mau pulang ya pamitan dengan tawaf wada,” ujarnya. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa tawaf wada sifatnya masyru’ atau disyariatkan.
Lebih lanjut, Aisyah, mengingatkan bahwa filosofi haji adalah perjalanan spiritual menuju Allah, “Sudah bertamu ke baitullah, pulangnya ya pamitan,” terangnya.
Hukum Tawaf Wada
Terdapat hadis tentang tawaf wada yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Abbas,
لا ينفر أحد حتى يكون أخر عهده الطواف بالبيت
la yanfironna ahadun, hatta yakuuna akhiru ’ahdi thowafa bil bait.
Janganlah salah seorang kamu berangkat (meninggalkan Makkah) sebelum melakukan pertemuan terakhir dengan baitullah.
Hadis tersebut menjelaskan bahwa janganlah seseorang pergi dari Makkah sebelum melakukan tawaf wada.
Lebih lanjut, Aisyah menjelaskan, terdapat perbedaan hukum atau khilafiyyah pelaksanaan tawaf wada di kalangan mujtahid. Menurut Imam Malik, Abu Dawud, dan Ibnu Mundzir, tawaf wada hukumnya tidak wajib atau sunnah dan tidak wajib. Sedangkan Imam Hanafi, Imam Ahmad bin Hambal, dan Imam Syafii, berpendapat bahwa tawaf wada hukumnya wajib. Jika tidak melakukan maka ia harus membayar dam.
Perempuan Haid Tidak Tawaf Wada
Perempuan yang sedang haid tidak dikenakan keharusan tawaf wada, jelas Aisyah. Ia kemudian menyebutkan hadis riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas,
rukhisha lil marati an tanfira idzaa ahadhat.
“Diberi keringanan bagi perempuan untuk nafar atau bertolak (tidak usah berpamitan) apabila sedang haid.”
Terdapat pula hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim,
أَمْرَ النَّاسَ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلَّا أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْمَرْأَةِ الْحَائِضِ
“Manusia diperintahkan menjadikan perkara terakhir mereka (ketika melakukan haji dan umrah) adalah dengan tawaf di Ka’bah, melainkan diberi keringanan kepada wanita berhaid.”
Aisyah menjelaskan, “karena tawaf harus suci, beda dengan tawaf ifadhah, jika perempuan sudah akan pulang maka ia harus bersuci terlebih dahulu baru kemudian melakukan tawaf ifadhah karena bagian dari rukun haji,” ungkapnya.
Cara Tawaf Wada
Cara melakukan tawaf wada sebagaimana melakukan tawaf lainnya, hanya berbeda niatnya saja. Ia mencontohkan, jika tawaf ifadhah diniatkan sebagai tawaf ibadah untuk memenuhi rukun haji, maka tawaf wada diniatkan sebagai tawaf perpisahan.
Mengingat tawaf wada merupakan tawaf perpisahan dengan masjidil haram dan Kabah, maka prinsipnya kalau sudah tawaf wada tidak lagi ke masjidil haram. “Tapi kalau jemaah ke hotel ya boleh, apalagi jika terdapat kendala bis terlambat menjemput, tapi sebaiknya segera meninggalkan Makkah.”
Saat melaksanakan tawaf wada maka jemaah bisa mengucap syukur karena telah selesai melaksanakan haji dan umrah. Berhaji merupakan kenikmatan yang diberikan Allah karena merupakan panggilan dari Allah dan tidak semua mampu melaksanakannya. Selanjutnya, jemaah bisa memanjatkan doa agar ibadah haji dan umrah yang dikerjakan bisa diterima Allah swt dan menjadi haji yang mabrur.
Kala tawaf wada, jemaah dapat berdoa agar kelak bisa kembali memenuhi panggilan ke baitullah karena memenuhi panggilan Allah adalah sebuha kerinduan yang tak berujung. Usai melaksanakan tawaf wada, jemaah juga akan kembali ke tanah air, sehingga ia pun bisa berdoa untuk diberi keselamatan dalam perjalanan menuju tanah air.
Sebagai tawaf perpisahan, tak jarang jemaah diliputi kesedihan mendalam karena harus berpisah dengan Baitullah. Saat awal datang ke baitullah pun, kerap kali jemaah meneteskan air mata kebahagiaan karena dapat memenuhi panggilan ke baitullah. Apalagi saat jemaah harus berpisah dengan baitullah di tengah suasana taqarrub ila Allah. Derai air mata pun seringkali tak terbendung di tengah bait-bait doa yang dipanjatkan. Baitullah adalah sebuah kerinduan. (hns)
1 Comment