Mengenakan kerudung panjang berwarna kuning dan gamis hitam, Sajariyah menjulurkan tangan kanannya untuk ditensi. Hafida Jufri, petugas yang mengenakan rompi hitam bertuliskan kesehatan haji, memegang tensi meter. Saat ditanya berapa tensinya, Hafida menyebut, “Agak tinggi, tensinya 150 per 90, sebelumnya 130 per 90. Mungkin dari makanannya.”
Kondisi Kesehatan
Hafida, petugas kesehatan jemaah haji kabupaten Pare-Pare, Maros, Barru, mendampingi Sajariyah sedari awal. Menurutnya, perempuan berusia 63 tahun itu, “Walaupun ada keterbatasan tapi semangat untuk berhaji luar biasa.“
Sajariyah telah lolos istitha’ah kesehatan, kondisinya tergolong sehat dan tidak ada penyakit bawaan. “Saya input di Siskohatkes, dia hanya bawa vitamin Enervon C dan minyak kayu putih, ga ada obat lain,” terang Hafida.
Di Madinah, bahkan Sajariyah sering melaksanakan shalat di masjid Nabawi karena letak hotel dekat dengan masjid. Di Makkah pun, ungkap Hafida, ia ingin sering shalat di Masjidil Haram tetapi karena kondisi hotel lumayan jauh sehingga petugas menyarankannya sholat di mushola yang tersedia di hotel.
Tekad Kuat Berangkat Tanah Suci
Sajariyah yang merupakan jemaah haji kloter 3 UPG ini mulai mendaftar haji sejak 2020 dengan biaya adik dan keluarganya. Sebelumnya, ia pernah umroh 7 tahun lalu bersama adiknya.
Tekadnya untuk berangkat ke Makkah sangatlah kuat. “Saya mau ke Makkah, walau ga ada uangnya. Tuhan terima doaku. Tuhan menghendaki saya pergi meski saya buta, tidak punya apa-apa,” ungkap Sajariyah menggunakan bahasa asalnya dan dibantu terjemahkan oleh Asmiyah, ponakannya.
Ia pun terheran, bisa-bisanya sampai di Makkah meski netra, “Saya bangga, saya juga bisa ke sana.” Meski keluarganya ada yang menyarankan tidak berangkat karena kondisinya, tetapi tekad Sajariyah sudah bulat.
Dia berdoa agar dikasih kesempatan sembahyang di tanah Makkah. Begitu sampai Makkah ia pun berdoa minta keselamatan dan kesehatan. Sajariyah pun berdoa agar keluarganya bisa datang ke tanah suci. (hns)