Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa Pancasila merupakan konsensus nasional yang telah melewati perjalanan panjang panjang dalam konteks kenegaraan, yakni melewati era orde lama, orde baru, dan setelah reformasi selama dua dasawarsa. “Maka bagaimana kita memperingati lahirnya pancasila itu bukan hanya ritual dan seremonial maupun juga dalam jargon dan retorika,” tutur Haedar pada Senin (31/5).
Haedar mengajak seluruh warga bangsa untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam beragam bentuk. Pertama, menerapkan Pancasila dalam kehidupan bernegara, melalui seluruh institusi kenegaraan agar betul-betul menjadikan setiap sila Pancasila sebagai dasar nilai, dasar pijakan mengambil keputusan, dan orientasi dalam kebijakan tersebut agar tetap berada di koridor Pancasila. Pertentangan yang ada, menurutnya, seringkali terjadi karena kebijakan-kebijakan negara tidak sejalan dengan jiwa, alam pikir, dan moralitas Pancasila.
Baca Juga
Kedua, Pancasila harus menjadi pedoman hidup berbangsa bagi seluruh komponen dan warga bangsa, termasuk para elit bangsa. “Pancasila tidak cukup hanya dihafal, menjadi doktrin, dan pemikiran. Pancasila harus kita praktikkan. Kita selaku warga bangsa, elit bangsa di mana pun berada dan dalam posisi apapun harus menjadi contoh teladan di dalam mempraktikkan Pancasila, menjadi insan-insan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi. Kata “ber” menunjukkan kata kerja, artinya Pancasila dijadikan praktik nyata dalam berbangsa dan bernegara,” tutur Haedar.
Ketiga, nilai Pancasila harus terus disosialisasikan dan dipraktikkan di dalam kehidupan bernegara, dan jangan mengulangi apa yang telah terjadi di masa lalu, di mana kita atau sebagian kita atau kebijakan itu secara sadar atau tidak telah menyimpangkan Pancasila dari sila-silanya yang substansial menjadi hal-hal yang indoktrinatif di luar substansi dari nilai-nilai Pancasila.
“Jauhi politisasi Pancasila untuk kepentingan apapun, karena kita belajar dari sejarah, bahwa setiap reduksi, penyimpangan, dan politisasi Pancasila akan menimbulkan ketikdapercayaan pada Pancasila itu sendiri dan pada kebijakan-kebijakan negara yang berkaitan dengan Pancasila. Semuanya memerlukan ketulusan, kejujuran, jiwa negarawan, wawasan yang luas, dan semangat kebersaaman dalam mewujudkan Pancasila sebagai ideologi negara. Jangan membawa Pancasila menjadi sesuatu yang sempit dan jangan juga membawa Pancasila melebihi dirinya. Itulah Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Tempatkan Pancasila secara proporsional sebagai dasar dan ideologi negara,” tutup Haedar.