Oleh: Dian Fikriani
Di awal tahun, Kemendikbudristek meluncurkan kebijakan Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan. Gerakan ini ingin mengatasi beberapa hambatan yang membuat pengalaman transisi anak dari PAUD menuju SD menjadi tidak menyenangkan.
Terdapat tiga target perubahan yang ingin dicapai dalam gerakan ini: menghilangkan tes calistung dalam PPDB SD, menerapkan masa pengenalan selama dua minggu, dan menerapkan pembelajaran yang menerapkan enam kemampuan fondasi anak yang dibangun secara berkelanjutan dari PAUD hingga SD kelas awal. Banyak pihak yang menyambut baik gerakan ini. Tulisan ini mencoba untuk menguraikan pentingnya gerakan ini bagi pemenuhan hak anak kurang beruntung.
Pentingnya Gerakan bagi Anak Kurang Beruntung
Transisi anak ketika masuk SD merupakan salah satu tahapan penting dalam perkembangan anak. Momen ini menandakan anak memasuki tahapan baru dalam pendidikannya dari masa kanak-kanak. Namun demikian, seringkali masa transisi ketika masuk SD memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Ada beberapa persoalan yang muncul dari pengalaman transisi PAUD ke SD yang membuat pengalaman anak menjadi tidak menyenangkan, di antaranya: anak dituntut untuk dapat membaca, menulis, berhitung (calistung) saat masuk SD sehingga diberikan tes calistung sebagai syarat penerimaan murid baru. Selain itu, pembelajaran di SD kelas awal sudah menuntut anak untuk dapat baca tulis hitung.
Tuntutan-tuntutan tersebut sangat tidak berpihak pada anak-anak yang kurang beruntung, misalnya anak yang tidak melalui PAUD, anak yang memiliki stimulasi kurang dari lingkungannya sehingga kemampuan calistungnya masih terbatas, atau anak yang tinggal di daerah terbatas dengan kualitas PAUD yang kurang. Kita akan membahas satu per satu dampaknya pada anak kurang beruntung. Tuntutan sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung bagi anak ketika masuk SD tidak berpihak pada anak yang belum pernah mengikuti PAUD sebelumnya.
Anak yang belum pernah mengikuti PAUD sebelum masuk SD biasanya tertinggal dalam hal kemampuan literasi dan numerasi saat masuk SD. Sebaliknya, keterampilan literasi dan numerasi anak yang mengikuti PAUD biasanya sudah sesuai atau on-track (Unicef, 2019). Dengan adanya tes calistung masuk SD maka hak anak yang belum pernah mengikuti PAUD untuk mendapatkan pendidikan dasar tidak dapat dipenuhi karena belum lancar membaca, menulis, dan berhitung. Tuntutan anak sudah bisa calistung juga membuat proses pembelajaran di PAUD banyak yang hanya memfokuskan pada pengembangan kemampuan calistung. Namun bukan berarti di PAUD tidak boleh diajarkan calistung, melainkan pengajaran calistung dapat memegang prinsip menyenangkan dan kontekstual.
Baca Juga: Pengumuman Juara Lomba Foto Milad Suara ‘Aisyiyah ke-98
Proses pembelajaran di PAUD yang berkualitas akan membantu anak untuk dapat mengembangkan kemampuan literasi dan numerasi secara utuh. Hal ini mengingat kemampuan literasi dan numerasi anak usia dini tidak hanya sekedar perihal membaca, menulis, dan berhitung. Kemampuan literasi dan numerasi jauh lebih luas dan merupakan suatu proses bertahap dan berkelanjutan yang dibangun sejak PAUD hingga SD kelas awal.
Di PAUD, pendekatan pada anak cenderung dilihat secara holistik berdasarkan tahapan perkembangannya. Namun, ketika anak masuk ke SD anak akan berhadapan dengan sistem pendidikan yang kontras (Woodhead & Moss, 2007). Cara pengajaran di PAUD biasanya menggunakan pendekatan belajar melalui bermain dan banyak menggunakan metode yang berpusat pada anak. Sedangkan pengajaran di SD banyak yang masih bernuansa formal dan berorientasi pada akademis dengan praktik pengajaran yang lebih berpusat pada guru.
Pembelajaran di kelas awal SD perlu memberikan pengalaman yang menyenangkan pada anak sehingga anak memiliki fondasi untuk senang belajar. Hal ini akan berguna terutama bagi anak yang kurang beruntung karena akan memudahkan anak-anak tersebut untuk dapat beradaptasi dengan pembelajaran di SD. Anak memerlukan kemampuan sosial emosional untuk dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Anak yang kurang beruntung, baik anak yang belum pernah masuk SD maupun anak yang berasal dari keluarga yang tidak menyediakan stimulasi yang kaya, kemungkinan belum memiliki keterampilan untuk dapat mengelola kemampuan sosial emosionalnya dengan baik. Anak yang belum memiliki kemampuan sosial emosional yang baik cenderung akan memiliki permasalahan perilaku ketika di SD (Kaplan, Mart & Diken, 2021).
Anak yang belum memiliki keterampilan sosial emosional dengan baik perlu dukungan dari sekolah untuk mendukung perkembangan anak secara holistik sampai di kelas awal SD. Oleh karenanya, kemampuan yang perlu dimiliki oleh anak ketika masuk sekolah tidak hanya berkaitan dengan kemampuan literasi numerasi saja, namun juga kematangan sosial emosional, kematangan berinteraksi, kemampuan untuk mandiri, dan kemampuan fondasi lainnya yang tidak hanya menyiapkan anak untuk siap sekolah, namun juga untuk berkegiatan sehari-hari.
Beberapa penjelasan di atas merupakan sebagian alasan mengapa kita perlu mendukung gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan. Gerakan ini memberikan kesempatan bagi anak yang kurang beruntung untuk mendapatkan haknya dalam memiliki kemampuan fondasi yang menyeluruh sehingga anak siap bersekolah dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Apa yang dapat dilakukan satuan PAUD?
Transisi dari PAUD ke SD merupakan proses fundamental untuk semua keluarga dan anak, dan dapat menjadi pengalaman yang sulit bagi anak kurang beruntung. Oleh karenanya, anak perlu dukungan yang dibutuhkan sehingga anak dapat mengembangkan kesiapan bersekolah yang baik (Becker & Luthar, 2002). Gerakan ini sudah menyediakan alat bantu yang dapat dipelajari secara mandiri oleh satuan PAUD di manapun berada melalui laman transisi PAUD ke SD (https://ditpsd.kemdikbud.go.id/transisipaudsd/). TK ABA dan SD yang berada di pengelolaan ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah dapat turut berperan dalam menyediakan lingkungan positif bagi anak kurang beruntung ketika melalui transisi PAUD ke SD.
Sekolah TK ABA dan SD di bawah pengelolaan ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah jumlahnya ratusan ribu dan menjangkau daerah-daerah pelosok. Jika guru-guru yang berada di wilayah pelosok ini dapat memaknai pentingnya penyediaan lingkungan yang positif bagi anak dalam transisi PAUD ke SD maka hak anak yang kurang beruntung untuk mendapatkan pendidikan berkualitas yang mengembangkan kemampuan fondasi anaksecara utuh dapat terpenuhi. Seperti kutipan dari laman Suara ‘Aisyiyah berikut mengenai peran TK ABA dalam komitmennya bagi anak-anak yang kurang beruntung.
“…komitmen ‘Aisyiyah untuk selalu berkiprah membantu pemerintah dalam penyediaan kesempatan pendidikan bagi anak usia dini khususnya wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) merupakan tantangan yang selalu memotivasi ‘Aisyiyah untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa yang berkarakter dan berkemajuan. Inilah tugas mulia dan amanah pendidikan yang diemban oleh TK ABA, dan ujung tombaknya tidak lain adalah guru yang berkarakter dan berkemajuan.”
5 Comments