Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul mengadakan Kajian Rabu Malam Angkatan Muda Muhammadiyah Bantul pada (3/8) dengan mengangkat tema “Gender dan Feminisme dalam Islam” melalui siaran YouTube @KRAMAT Bantul. Kajian kali ini menghadirkan Tri Hastuti Nur Rochimah sebagai narasumber.
Seringkali, pembicaraan mengenai gender dihubungankan dengan seks. Padahal, pengertian seks sendiri adalah jenis kelamin, sedangkan gender berbicara tentang konstruksi sosial. Kedua hal tersebut tentu memiliki arti yang sangat berbeda. Tri Hastuti menekankan bahwa konstruksi sosial adalah sesuatu yang dibangun dan dibentuk oleh masyarakat sosial, yang erat kaitannya dengan siapa yang memimpin sistem sosial tersebut.
Konstruksi gender tak lepas dari pembahasan mengenai peran, posisi, maupun perilaku dalam tatanan sosial, baik posisi laki-laki maupun perempuan. Ketika konstruksi sosial memunculkan ketidakadilan, maka akan muncul masalah. Hal inilah yang memunculkan gerakan-gerakan seperti feminisme.
Baca Juga: Mengenal Kekerasan Berbasis Gender Online
Tri Hastuti memaparkan, dampak dari ketidakadilan tersebut dapat menimbulkan beberapa masalah. Pertama, stereotype atau pelabelan. Contohnya perempuan dianggap sebagai makhluk penggoda, sehingga ketika terjadi kasus pelecahan seksual justru perempuan yang dicecar. Kedua, kekerasan. Ketika perempuan sudah mendapatkan label sebagai makhluk penggoda ataupun mahluk lemah, maka akan memicu timbulnya kekerasan.
Ketiga, marginalisasi atau peminggiran. “Untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh ujung-ujungnya nanti di dapur?” ujar Tri menirukan ungkapan yang masih sering dilontarkan kepada perempuan. Menurut dia, ungkapan itu akan memunculkan masalah, di mana perempuan terbiasa ditinggalkan di belakang. Keempat, double burden atau peran ganda. Perempuan dituntut sempurna sebagai ibu rumah tangga maupun pekerja di kantor.
Kelima, subordinasi. Karena muncul masalah-masalah di atas, maka muncullah gerakan feminisme. Gerakan ini muncul akibat ketertindasan dalam masyarakat patriraki. Feminisme gelombang pertama yang biasa disebut sebagai feminisme liberal menuntut hak pekerjaan, hak pilih, hak pendidikan, dan kesetaraan di depan hukum.
Gelombang feminisme kedua diisi oleh feminisme radikal, di mana mereka melawan eksploitasi dan komodifikasi perempuan dalam perayaan. Sedangkan gelombang ketiga muncul dengan mengkritisi gelombang kedua yang kurang memperhatikan perbedaan laki-laki dan perempuan.
Sementara feminis muslim, Tri menyampaikan, adalah gerakan feminis yang menyandarkan pada keyakinan adanya kecenderungan misoginis dan patriakis di dalam teks-teks klasik, sehingga menghasilkan tafsir-tafsir keagamaan yang bias pada kepentingan laki-laki. (fathiyya)