وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (الروم: 21)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات: 13)
“Dan dari padaNya Allah telah mendjadikan isteri-isteri untuk kamu sekalian agar kamu sekalian merasa tentram dan tenang dan Allah mendjadikan diantara kamu sekalian rasa tjinta dan kasih sajang, sungguh jang demikian itu, mendjadikan bukti bagi kaum jang berfikiran.”
“Wahai manusia sekalian, sungguh kami telah mendjadikan kamu sekalian dari pada lelaki dan perempuan, dan suku-suku bangsa, agar kenal mengenal, sungguh jang lebih termulia diantara kamu dihadapan Allah itu, ialah jang lebih takut kepada Allah, sungguh Allah itu jang maha mengetahui.”
Demikianlah penerangan Islam, jang terhimpun didalam kitab pedoman Al-Quran.
Sebagai umum diketahui, Pemerintah Negara Republiek Indonesia ini, berpendirian terhadap agama; dengan terang dan njata negara, berdasarkan atas keTuhanan jang Maha Esa. Negara mendjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk mendjalankan Agamanya masing-masing.
Maka, menurut undang2 dasar itu, negara kita berdasarkan atas keTuhanan jang Maha Esa, atau dengan lain perkataan, berdasarkan kepada Agama, karena jang mengakui keTuhanan jang Maha Esa itu, ialah orang2 jang menganut agama.
Sering orang bertanya: Kenapa negara dibawa-bawa kedalam Agama? Pun sering orang berkata: Agama harus dikesampingkan dalam perdjuangan; negara tinggal negara, agama tinggal agama. Maka sering timbul orang membenarkan pendirian Pemerintah pendjadjahan jang lama, tentang agama, netral, katanja.
Mungkin setengah orang mengartikan, bahwa jg dinamakan agama itu, hanja semata-mata satu sistim peribadahan antara machluk (manusia) dengan Tuhan; atau membajangkan, bahwa agama itu hanja sholat dan puasa sahadja.
Baca Juga: Siti Hayinah: Sang Penggerak Organisasi
Orang Islam mempunjai falsafah hidup, mempunjai levensbeschouwing dan ideologi sendiri. Apakah dan bagaimanakah ideologi seorang Islam itu? Luas dan pandjang keterangannja kalau hendak direntang pandjang. Tetapi, dapat dipuntal dan dihimpun dg satu kalimat dalam Quran:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan kami tidak djadikan djin dan manusia, melainkan supaja mereka menjembah kepada AKU.”
Seorang Muslim hidup didunia ini dg tjita2 kehidupan supaja mendjadi seorang hamba Allah jg mentjapai kedjajaan dunia dan kebahagiaan acherat.
Dunia dan acherat ini sama sekali kita kaum Muslimin tak mungkin memisahkan dari idiologi kita. Dan untuk mentjapai tingkatan jg mulia itu, Allah memberi kita bermatjam-matjam aturan. Aturan bagaimana kita harus berlaku dan berhubung dengan Tuhan; aturan bagaimana harus kita berlaku dan berhubung dg sesama manusia. Diantara aturan2 jg berhubung dengan sesama manusia itu diberikan dalam garis2 besarnja dengan berupa Qoidah-Qoidah jg berkenaan dengan hak dan kewadjiban seseorang terhadap masjarakat pergaulan hidupnya, terhadap diri seseorang.
Hidup berumah tangga, tidaklah kurang pentingnja dlm soal2 kemasjarakatan, kenegaraan. Karena rumah tangga itu, adalah mendjadi sendi dan dasar dari kehidupan dlm masjarakat dan Negara. Rumah tangga jg teratur, aman, tentram dan damai, akan menimbulkan suatu masjarakat, suatu negara jg teratur, aman, dan tentram. Akan tetapi sebaliknja, rumah tangga jang katjau, masjarakat dan negarapun akan mendjadi katjau pula.
Maka, didalam peraturan agamapun diadakan suatu peraturan jg mengenai kehidupan dan penghidupan manusia.
Sesuai dengan program Pemerintah dlm masa pembangunan jg menudju kesedjahteraan Negara dan Ra’jatnja, maka pembangunan kelahiran, tak dapat dipisahkan dengan pembangunan budi masjarakat. Pembangunan materieel: keindahan gedung, kelantjaran perekonomian, menambah hasil productie dsb. harus berdampingan setjara harmonis dengan pembangunan moreel: keteguhan Djiwa, keadilan, kedjudjuran, ketinggian budi, peramah, penjajang dlm pergaulan masjarakat dllsb.
Dus, kedua matjam pembangunan itu harus dikuatkan. Seandainja hanja salah satu jg diutamakan, maka berdirilah gedung Negara R.I., jg diluar nampak indah permai, tetapi dalam penghuninja selalu berebutan hak milik, bertengkar pengaruh, djiwa, djasmani tiada sehat, achirnja Negara Gedungnja tiada kekal.
Sjukurlah, dasar pendidikan untuk putra/putri Indonesia jg dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudayaan, telah ditetapkan sifat2 kemanusiaan dan kawargaan orang disekolah2 jang diselenggarakan oleh Negara, diantaranja: “Perasaan bakti kepada Tuhan jg Maha Esa”. Terang bagi kita, bahwa perasaan bakti kepada Tuhan, atau dgn lain perkataan, Agama, mesti dimasukkan kesekolah2 Nagara, sebagai dasar pendidikan jg utama.
Memang Agama memberi peladjaran “Ketinggian budi Masjarakat”. Dan dengan ketinggian budi masjarakat dapat memelihara kesutjian Djiwa, mendatangkan ketenangan hati dalam mengatasi kesulitan hidup, melatih menetapi djandji. Perhiasan budi manusia, jang akan meninggikan deradjad kemanusiaannja. Pun dgn perhiasan budi, orang selalu berhati2 dalam tutur katanja, ringan berbuat kebaikan untuk masjarakat umum.
Alangkah bahagianja, suatu negara jg indah, bersih, sutji dan makmur, dibawah perlindungan Tuhan jang Maha Esa. Dan sesungguhnja. Berdirinja ‘Aisjijah itu, karena mengingat firman Tuhan dlm Al-Quran: surat Ali Imron ajat 104.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
“Adakanlah dari kamu sekalian, golongan jg mengadjak kepada keIslaman, menjuruh kepada kebaikan dan mentjegah dari pada keburukan. Mereka itulah jang beruntung berbahagia.”
Untuk mendjundjung tinggi firman Allah itu, ‘Aisjijah bermaksud mewudjudkan masjarakat Islam jg sebenar2nja, mentjiptakan masjarakat jg bahagia dan sentosa. Dan untuk mentjapai maksud itu, ‘Aisjijah berusaha mengadakan penerangan2 Islam dengan pertemuan2 untuk mengupas dan memberi keterangan keIslaman, mengadakan tjeramah2, pengadjian2, menerbitkan Madjalah “Suara ‘Aisjijah”, jg memuat keterangan2 Islam dan kewanitaan, dsb.nja, sehingga tertanam betul2 perasaan bakti kepada Tuhan jg Maha Esa.
Dengan mendapat penerangan-penerangan Islam, pun diikuti oleh amalan, tentu akan tenggelam demoralisasi, akan berkurang pelatjuran, jang hangat diperbintjangkan pada masa ini, marilah kita lekas tertolong hongorodeem.
Tjoba, marilah kita buka anggaran dasar didalam Quran:
أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ فَذَٰلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلْمِسْكِينِ
“Tahukah Muhammad, orang jg tidak pertjaja kepada Agama. Ialah orang jg tidak memfikirkan kepada anak-anak jatim, dan orang jang tidak memberi makan kepada orang miskin.”
Maka ‘Aisjijah pun membuka pintu pertolongan, menerima anak-anak jatim dan orang-orang miskin jang perlu mendapat rawatan djasmani dan ruchani.
Baca Juga: Siti Hayinah: Ikon Gerakan Keilmuan ‘Aisyiyah
Ditentang kepentingan pendidikan dan pengadjaran, tentu sama telah maklum, bahwa pendidikan dan pengadjaran tak dapat dipisahkan dgn masjarakat, terutama, masjarakat anak-anak dan pemuda-pemudi. Didalam Quranpun terpudji orang jg menuntut pengetahuan. Maka disamping Madrasah-madrasah dan sekolahan-sekolahan jang telah diadakan oleh Pemerintah, ‘Aisjijah pun mementingkan dan membuka lapangan lagi anak-anak kita jang menuntut ilmu, dengan mendirikan dan mengadakan Madrasah-madrasah serta sekolahan. Apa lagi kalau mengingat pada masa ini, ratusan, bahkan ribuan, malahan puluhan ribu, anak2 kita jang tak mendapat tempat dibangku sekolah atau madrasah, sungguh hal ini perlu kita perhatikan bersama, agar tidak terlantar pendidikannja, dan tidak ketinggalan pengetahuannja, sehingga dapat memenuhi apa jang kita tjita-tjitakan: Pemuda harapan bangsa, lambang masjarakat bahagia. Kalau kini telah mendjelma beberapa gerakan pemuda-pemudi, didalam ‘Aisjijahpun digerakan pula dari anak-anak dan pemudi2 dididik dan diasuh, dikursus dikader, beramal dan berdjuang, mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan berbakti kepada Allah, supaja kelak mendjadi orang Islam jang berarti.
Demikian, maka, berkat keinsjafan, dgn diikuti amalan, pun buah pendidikan jang bidjaksana, pula dengan ‘Aisjijah, mudah-mudahan tertjapailah harapan kita, hidup didalam sesuatu negara jang sentosa, ditengah-tengah masjarakat jang bahagia.
فَمَن يَعْمَلْ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِۦ وَإِنَّا لَهُۥ كَٰتِبُونَ (الأنبياء: 94)
“Maka barang siapa jg berbuat soleh (amal kebadjikan), tidaklah akan sia2 usahanja itu, dan sebenarnja kami masukan dalam tjatatan”.
Sumber: Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi Oktober/November 1952