Pertanyaan:
Apakah melakukan onani atau masturbasi ketika puasa, puasanya batal?
Jawaban:
Onani (istimna’) atau masturbasi adalah perbuatan mengeluarkan mani bukan melalui jalan persetubuhan, baik dengan telapak tangan atau dengan cara yang lainnya (Mu’jam Lughah al-Fuqaha, vol. I: 65). Namun penjelasan dalam kitab-kitab fikih, hemat kami cenderung pada kesimpulan bahwa onani adalah mengeluarkan mani atau sperma dengan disengaja dan dilakukan dengan menggunakan tangan, baik tangannya sendiri, tangan istri atau tangan budak perempuannya ketika syahwat sedang muncul dan atau memuncak.
Mengenai hukumnya, para ulama terbagi menjadi tiga kelompok dengan argumentasi masing-masing. Pertama, onani haram. Kelompok yang mengharamkan onani terdiri dari kalangan ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Zaidiyah. Argumentasi kelompok ini adalah bahwa Allah memerintahkan untuk menjaga kemaluan dalam semua perilaku, kecuali untuk istri dan budak yang dihalalkan (milku al-yamîn). Allah swt. berfirman,
والذين هم لفروجهم حفظون (5) إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمنهم فإنهم غير ملومين (6) فمن ابتغى وراء ذلك فأولئك هم العادون (7)
Artinya, “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” (QS. al-Mu’minun [23]: 5-7).
Kedua, haram dalam kondisi tertentu dan wajib dalam kondisi yang lain. Pendapat ini muncul dari kalangan ulama Hanafiyah. Menurut mereka, “onani menjadi wajib jika dia takut melakukan zina kalau tidak beronani, sesuai dengan kaidah fikih:
إرتكاب أخف الضررين
Artinya: “Mengambil perbuatan teringan dari dua mudarat (bahaya yang ada)”.
Sedangkan mereka yang mengatakan haram adalah jika dilakukan untuk memancing nafsu. Dikatakan, “tidak apa-apa dengan onani, jika nafsu sudah menguasai dirinya sementara dia belum memiliki istri atau budak wanita dengan tujuan mencari kestabilan”.
Ketiga, onani haram, kecuali jika dia takut terjebak dalam perzinaan atau takut atas kesehatannya, sementara dia belum mempunyai istri atau budak wanita. Dia juga tidak mampu untuk menikah. Maka dalam kondisi seperti ini dia dibolehkan beronani.
***
Selain ketiga kelompok di atas, terdapat pendapat independen dari beberapa sahabat, tabi’in, dan ulama lainnya. Di antaranya adalah: Abdulah bin Umar ra., Abdulah bin Abbas ra., Atha’, al-Hasan, dan Ibnu Hazm. Ibnu Abbas ra. dan al-Hassan membolehkannya. Sedang Abdulah bin Umar ra. dan Atha’ memakruhkannya. Ibnu Hazm berpendapat bahwa onani hukumnya makruh dan tidak berdosa, sebab seseorang menyentuh kemaluan sendiri dengan tangan kirinya hukumnya mubah sesuai dengan ijmak (kesepakatan para ulama). Jika memang mubah, maka hukum tidak akan berubah dari sifat mubah, kecuali sengaja mengeluarkan mani. (Fiqh as-Sunnah, vol. 3, h.424-426). Oleh sebab itu hukum asalnya tetap tidak haram, sebagaimana firman Allah:
وما لكم ألا تأكلوا مما ذكر اسم الله عليه وقد فصل لكم ما حرم عليكم إلا ما اضطررتم إليه، وإن كثيرا ليضلون بأهوائهم بغير علم إن ربك هو أعلم بالمعتدين
Artinya, “… sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu …” (QS. al-An’am [6]: 119).
Ayat ini tidak menunjukkan keharamannya. Dengan demikian, onani hukumnya halal, sebagaimana firman Allah:
هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا ثم استوى إلى السماء فسوىهن سبع سموت وهو بكل شيئ عليم
Artinya, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu…” (QS. al-Baqarah [2]: 29).
Dari berbagai macam pendapat di atas, hemat kami bahwa onani hukumnya adalah makruh karena cenderung tidak etis dan tidak pantas dilakukan. Dan dalam kondisi tertentu dibolehkan, namun tidak boleh dilakukan secara rutin atau terus menerus.
Lalu, apakah melakukan onani dapat membatalkan puasa? Jawabannya, iya.
Berbeda dengan orang yang tidur di siang hari pada bulan Ramadhan kemudian mimpi keluar sperma, hal itu tidak membatalkan puasa karena orang yang dalam keadaan tidur tidak dikenakan ketentuan hukum, karena termasuk perbuatan yang tidak sengaja. Sementara onani adalah perbuatan sengaja untuk memperoleh kenikmatan. Dan kenikmatan itu merupakan puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka onani hukumnya disamakan dengan bersetubuh, oleh karena itu jika dilakukan pada siang hari pada bulan Ramadhan, batal puasanya.
Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah
Baja Juga
Tuntunan Ibadah Ramadhan: Bolehkah Melaksanakan Salat Witir 2 Kali dalam Satu Malam?