
Tuntunan Menghindari Seks Bebas
Oleh: Alif Muarifah
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling sempurna. Di dalam diri manusia, Allah menempatkan pikiran dan nurani sebagai pengontrol perilaku. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. at-Tin [95]: 4 berikut:
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيم
Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Demikian pula dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 70 berikut:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Untuk mencapai keunggulan atas ciptaan-Nya, manusia menempuh proses belajar panjang secara bertahap, dimulai dari dalam kandungan, bayi, kanak-kanak, remaja, serta dewasa. Pada setiap tahapan terdapat kaitan antara perkembangan fisik, psikologis, etika, moral, dan spiritual.
Kegagalan atau ketidakoptimalan dapat memiliki dampak yang panjang. Oleh karenanya diperlukan pembelajaran serta lingkungan kondusif yang berkualitas. Untuk itu, etika moral atau akhlak merupakan aspek utama dalam kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah, bahwa beliau diutus ke dunia dengan tugas mulia, yakni memperbaiki akhlak atau moral manusia.
Baca Juga: Tauhid sebagai Sistem Kepercayaan Etis
Moral bukanlah faktor genetika. Ia terbentuk melalui proses belajar panjang sesuai dengan tahapan perkembangan. Moral merupakan keselarasan antara fikiran, perasaan dan tindakan berdasarkan norma hukum. Seseorang dengan perilaku moral yang tinggi secara signifikan memiliki tanggung jawab sosial sehingga memiliki kebahagiaan serta kebermaknaan hidup.
Namun kenyataan saat ini, kemerosotan moral melanda di semua belahan dunia, termasuk di Indonesia. Salah satunya adalah maraknya seks bebas yang terjadi pada hampir semua kalangan. Hal ini tercermin dari peningkatan kebebasan seksual pra-nikah di kalangan remaja dari tahun ke tahun.
Seks Bebas
Seks bebas merupakan tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenis mulai dari menyentuh sampai bersenggama yang dilakukan di luar hubungan pernikahan (Sarwono, 2003). Hubungan seksual tanpa ikatan seperti ini menyebabkan maraknya fenomena berganti-ganti pasangan (Cynthia dalam Wicaksono, 2005). Seks bebas sama artinya dengan pelacuran (prostitusi) karena aktivitas seksual tidak berpegang pada nilai serta norma agama dan masyarakat (Kartini Kartono, 1999).
Allah telah melarang perilaku seks bebas sesuai dengan Firman-Nya bahwa kita dilarang mendekati zina dengan melakukan hal-hal yang mengarah kepadanya. Sebab, zina adalah perbuatan keji yang sangat jelas keburukannya. Jalan zina adalah jalan yang paling buruk.
Dalam Q.S. al-Isra’ ayat 32, Allah telah mengingatkan kita
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
Artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.
Dalam Hadits Bukhari Muslim dikatakan:
ثلاثة لا يكلّمهم الله يوم القيامة، ولا يزكيهم ولا ينظر إليهم ، ولهم عذاب أليم: شيخ زانٍ، وملكٌ كذاب، وعائلٌ مستكبر
Artinya, “Tiga (jenis manusia) yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan tidak pula Allah menyucikan mereka dan tidak memandang kepada mereka, sedang bagi mereka siksa yang pedih, yaitu: laki-laki tua yang suka berzina, seorang raja pendusta dan orang miskin yang sombong” (H.R. Muslim).
إن من أشراط الساعة أن يرفع العلم ويثبت الجهل ويشرب الخمر ويظهر الزنا
Artinya, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat yaitu diangkatnya ilmu, dan kebodohan nampak jelas, dan banyak yang minum khamar, dan banyak orang berzina secara terang-terangan” (H.R. Bukhari dan Muslim).
ألا لا يخلون رجل بامرأة إلا كان ثالثهما الشيطان
Artinya, “Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan, melainkan yang ketiga dari mereka adalah syetan”. (H.R. at-Tirmidzi).
Seks bebas merupakan perilaku menyimpang yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal (Muarifah, 2018). Faktor internal antara lain, dorongan seks karena hormonal, kepribadian, tingkat kecerdasan, serta keimanan dalam keagamaan. Sedangkan faktor eksternal antara lain pengalaman belajar, keluarga, teman pergaulan, budaya, lingkungan (komunitas), narkoba, teknologi, serta sistem pemerintahan. Faktor internal merupakan potensi yang berkembang dengan stimulasi faktor eksternal.
Langkah Preventif
Salah satu cara preventif untuk menghindari seks bebas dapat dilakukan melalui pendidikan seks. Pendidikan seks dalam hal ini diartikan sebagai sebuah edukasi secara luas yang meliputi berbagai aspek, seperti biologis, orientasi seks, sosiokultural, moral dan perilaku.
Melalui pendidikan seks secara tersistem, anak akan belajar mengenai perilaku seks secara benar sesuai kesehatan, norma agama dan masyarakat. Pendidikan seks di kalangan remaja dapat memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi hingga bahaya akibat pergaulan bebas, seperti berjangkitnya penyakit menular seksual, penyakit kanker kandungan dan kanker payudara.
Pengalaman belajar adalah guru terbaik sehingga mampu mengubah arah pikiran, mengembangkan perasaan serta mengubah perilaku sehingga terbentuklah kebiasaan. Lebih-lebih bagi kehidupan remaja yang tengah kebingungan dan gelisah dalam mencari dan mewujudkan identitas diri. Dorongan libido seksual karena pengaruh hormonal menjadikan remaja mudah terjerumus pada pelanggaran moral yang salah satunya adalah seks bebas. Banyak di antara mereka tidak paham tentang perilaku seks sehat sehingga tidak memikirkan konsekuensi yang bakal terjadi.
Pendidikan seks diharapkan dapat membantu remaja untuk membangun konsep perilaku seks yang benar sebagai bekal dalam memasuki kehidupan berkeluarga. Pendidikan seks perlu diberikan oleh orang tua, guru di sekolah, anggota masyarakat serta pemerintah secara simultan.
Fungsi keluarga bagi anak seharusnya menjadi kunci utama dalam membangun kelembutan serta kasih sayang sehingga potensi moral anak dapat berkembang secara optimal. Peran orang tua dalam keluarga yang dilakukan melalui komunikasi efektif akan membentuk rasa saling mencintai (having sense of love), kemampuan untuk saling memahami (having understanding the world) serta kemampuan untuk menggunakan berbagai metode (having appropriate approach).
Peran orang tua dan guru yang baik menjadikan remaja lebih terbuka dan percaya diri dalam mengomunikasikan problem-problem seksual yang dihadapi sehingga berbagai persoalan yang berkaitan dapat diselesaikan dengan cara yang baik. Pendidikan seks tidak dapat berjalan sendiri melainkan melibatkan berbagai komponen secara komprehensif. Jika pendidikan seks hanya berjalan secara parsial maka hasilnya tidak dapat dicapai secara maksimal.
Baca Juga: Keteladanan Luqman Al-Hakim dalam Pendidikan Anak
Pendidikan seks dapat ditanamkan sesuai perkembangan psikologis yakni pada usia pra sekolah, usia anak, remaja dan dewasa (pra nikah dan nikah). Pendidikan seks bukanlah hal yang tabu melainkan penting dilakukan sebagai usaha preventif untuk menghindari penyimpangan serta pelecehan seksual. Dengan mengetahui risiko, hak dan kewajiban terkait maka konsekuensi negatif akan terhindari.
Untuk anak, secara garis besar dapat dibagi menjadi empat tahap, yakni uisa 1-4 tahun, usia 5-7 tahun, 8-10 tahun dan 10-12 tahun. Pada usia 1-4 tahun, orang tua dan guru di sekolah disarankan mulai memperkenalkan anatomi tubuh, termasuk organ genitalnya tanpa mengganti istilah lain, sehingga ketika remaja anak tidak malu untuk menyebutkannya.
Pada usia 5-7 tahun, kognisi anak semakin berkembang dan rasa ingin tahu meningkat. Pada tahap ini, berikan penjelasan tentang perbedaan organ antara laki-laki dan perempuan. Pada usia 8-10 tahun, kognitif anak semakin berkembang lebih baik. Ia sudah mampu membedakan dan mengenali hubungan sebab akibat. Pada saat ini, orang tua dan guru dapat menerangkan proses reproduksi secara sederhana, misalnya tentang sel telur.
Pada usia 11-13 tahun, anak mulai masuk masa pubertas yaitu masa di mana terjadi perubahan hormon dalam tubuh sehingga terjadi dorongan seks serta rasa tertarik dengan lawan jenis. Pada saat ini peran orang tua amatlah penting. Kemampuan berpikir anak sudah berkembang ke arah formal, sehingga sudah mampu menganalisis serta membedakan sesuatu dengan alasan serta dapat menerima konsekuensi dari perilaku.
Meskipun demikian, diperlukan proses pembelajaran yang panjang untuk membentuk kesadaran serta kemampuan untuk menguasai serta mengontrol dorongan seksual dengan melibatkan beberapa komponen seperti remaja, teman sebaya, komunitas, orang tua, guru, masyarakat serta pemerintah secara simultan.