Berita

Umat Islam Harus Mengedepankan Sikap Moderat dalam Beragama

Purwokerto, Suara ‘AisyiyahPerguruan Tinggi Muhammadiyah menjadi tempat untuk contoh para generasi penerus bangsa; tentang bagaimana hidup beragama, bagaimana hidup bersama dengan sesama muslim maupun non-muslim, dan bagaimana hidup sebagai warga negara yang. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Jebul Suroso selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purwekerto (UMP) dalam sambutan acara Seminar Nasional yang diselenggarakan pada Selasa (29/3).

“Sudah bisa kita tunjukan, dengan hadirnya mahasiswa yang datang ke tempat kita, bukan hanya dari Indonesia saja, tetapi juga dari luar negeri. Mereka berasal dari berbagai ragam budaya, dan alhamdulillah mahasiwa-mahasiswa itupun nyaman tinggal di tempat kita di Indonesia, khususnya di Purwokerto,” ucap Jebul Suroso.

Lebih lanjut, Suroso menjelaskan bahwa semangat UMP ada 3 (tiga). Pertama, perlunya kajian yang mendalam oleh para cendekianya agar tercipta pengetahuan yang cukup tentang kehidupan beragama. Kedua, menjadi contoh tentang berkehidupan, berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang mengedepankan aspek kerukunan. Ketiga, UMP mengajak komponen masyarakat untuk bisa terlibat dalam mewujudkan kerukunan hidup.

Baca Juga: Merekat Persatuan dengan Islam Wasathiyah

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Tafsir bahwa umat Islam harus mengedepankan paham moderat dalam beragama. Ia menyebut bahwa cara beragama seseorang secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu ekstrem/radikal, moderat, dan liberal.

Menurut Tafsir, tidak ada agama yang tidak lepas dari 3 kelompok tersebut. Katanya, tidak ada pemahaman agama yang seragam. Semua agama mesti memuat keragaman pemahaman. Islam satu dalam syariah, tetapi beragam dalam fikih.

“Dalam perspektif pemahaman agama, agama bisa berubah sesuai perubahan ruang dan waktu. Itu dalam perspektif pemahaman, bukan agama sendiri. Agama tidak mungkin berubah. Islam tidak mungkin berubah. Kitab suci manapun nggak ada yang berani mengubah. Yang diubah itu hanya cara pandang kita terhadap agama, salah satunya yaitu bagaimana beragama yang berkebudayaan. Beragama kebudayaan dalam konteks Islam adalah Islam akan selalu disesuaikan kepada perubahan ruang dan waktu,” pungkasnya. (ditha)

Related posts
Berita

Diskusi dan Bedah Buku Jalan Baru Moderasi Beragama, Pendeta Izak Lattu: Haedar Nashir Punya Share Space dalam Banyak Hal

Sleman, Suara ‘Aisyiyah – Dalam berbagai peran dan kontribusinya pada bangsa, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir seakan mengingatkan jika…
Berita

26 Tokoh Tulis Buku untuk Haedar Nashir, Sang Begawan Moderasi

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Selasa siang (23/4), langit-langit Kota Yogyakarta tampak gelap akibat mendung. Namun, kondisi itu tidak menyurutkan semangat lebih dari…
Berita

Tokoh Buddha dari 17 Negara Bertemu Muhammadiyah, Dialogkan Perdamaian Dunia

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Sebanyak 47 tokoh Buddha dari 17 negara berkunjung ke Muhammadiyah, Rabu (22/11) di Yogyakarta. Para tokoh yang berjejaring…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *