InspirasiTokoh

Ummu Habibah Ramlah bin Abi Sufyan: Perempuan Periwayat Hadis

Sc: Womenpedia.id
Sc: Womenpedia.id

Sc: Womenpedia.id

Oleh: Dian Rahmah Azalia

Nama lengkapnya Ramlah binti Abi Sufyan Shakhr ibn Harb ibn Umayyah ibn al-Umawiy dan dikenal dengan panggilan Ummu Habibah. Ia lahir 17 tahun sebelum masa kenabian. Abu Sufyan, ayah Ramlah adalah pemimpin suku Quraisy dan pemuka kaum kafir hingga fath al-makkah. Ibunya adalah Shafiyah binti Abi al-‘Ash bin Umayyah, beliau merupakan bibi dari Khalifah Utsman bin Affan radhiallahu’anhu. Sedangkan suaminya adalah ‘Ubaidillah bin Jahsy Al-Asadi, anak laki-laki bibi Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam, dan saudara Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy.

Hijrah ke Habasyah

Dikisahkan bahwa setelah Ramlah binti Abu Sufyan mendengar tentang Islam, ia langsung menyatakan diri memeluk agama Islam, terutama setelah mengetahui bahwa agama baru ini menyuruh manusia untuk menyembah Allah semata, meninggalkan peribadatan berhala, menganjurkan untuk berakhlak baik dan terpuji, serta menjauhkan berbagai bentuk kemungkaran.

Ramlah meyakini bahwa hanya Islamlah agama yang baik. Mendengar berita keislaman putrinya, Abu Sufyan marah besar. Sebab, tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa sang putri akan menentang perintah dan ajarannya. Abu Sufyan berusaha dengan segala cara untuk bisa mengembalikan putrinya itu kepada agama nenek moyangnya. Namun usahanya sia-sia, karena Ramlah tetap kukuh pada akidah tauhid.

Sampai padanya berita tentang hijrah, Ramlah dan suaminya hijrah ke Habasyah dan menetap di sana. Di Habasyah tersebut, Ramlah melahirkan seorang putri yang kemudian diberi nama Habibah. Dari nama bayi inilah kunyah atau nama panggilan ia dapat dengan sebutan Ummu Habibah.

Keteguhan Ummu Habibah

Setelah tinggal di Habasyah selama beberapa tahun, kaum muslimin sangat berharap agar kesedihan ini segera usai dan mereka menjadi kuat. Sayangnya hal itu tidak terjadi. Keadaan inilah yang menyebabkan ‘Ubaidillah memiliki keyakinan bahwa kaum Muslimin tidak akan pernah kuat, sehingga sedikit demi sedikit hatinya mulai condong pada agama Nasrani, agama orang Habasyah.

Sampai pada suatu malam, Ramlah bermimpi bahwa suaminya terjatuh ke dalam lautan yang sangat gelap sehingga keadaan suaminya menjadi sangat buruk. Kemudian ia bangun dari tidurnya dengan perasaan takut dan cemas. Ramlah memberitahukan kepada suaminya tentang mimpinya tersebut. ‘Ubaidillah tidak menghiraukan perkataannya, ia pun akhirnya tetap murtad dari agama Islam.

Bahkan suaminya mencoba mengajak Ramlah untuk memeluk agama Nasrani. Namun ia menolak dan tetap bertahan di dalam Islam dengan keteguhan iman dan ketakwaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia pun tetap tinggal di Habasyah, ia pasrah dan menyerahkan segala urusannya hanya kepada Allah. Sampai kemudian datang padanya kabar kematian suaminya yang disebabkan minuman keras. Namun sekali lagi, dia tetap bersabar menghadapi kabar duka itu.

Ummul-Mukminin

Rasulullah Saw selalu memantau kondisi umat Islam, tidak hanya di Makah dan Madinah, tetapi juga di Habasyah. Ketika memantau Habasyah beliau mendengar kisah tentang Ramlah yang ditinggalkan ‘Ubaidillah dengan derita yang ditanggungnya selama ini. Hati beliau terketuk dan berniat menikahinya. Ramlah menceritakan mimpi dan kehidupannya.

Baca Juga: Menasyrihkan Makna dari Kisah Perempuan Pemintal Benang, Rithah al Hamqa 

Dia berkata, “Dalam tidurku aku melihat seseorang menjumpaiku dan memanggilku dengan sebutan Ummul-Mukminin. Aku terkejut, kemudian aku mentakwilkan bahwa Rasulullah akan menikahiku.” Dia melanjutkan, “Hal itu aku lihat setelah masa iddahku habis.” Tanpa aku sadari seorang utusan Najasyi mendatangiku dan meminta izin, dia adalah Abrahah, seorang budak wanita yang bertugas mencuci dan memberi wangi-wangian pada pakaian raja. Dia berkata, “Raja berkata kepadamu, Rasulullah mengirimku surat agar aku menikahkan kamu dengan beliau.” Aku menjawab, “Allah memberimu kabar gembira dengan membawa kebaikan.” Dia berkata lagi, “Raja menyuruhmu menunjuk seorang wali yang hendak menikahkanmu. Aku menunjuk Khalid bin Said bin Ash sebagai waliku, kemudian aku memberi Abrahah dua gelang perak, gelang kaki yang ada di kakiku, dan cincin perak yang ada di jari kakiku pada kegembiraanku karena kabar yang dibawanya.” Berita pernikahan Ramlah dengan Rasulullah merupakan pukulan keras bagi Abu Sufyan. Ibnu Abbas meriwayatkan firman Allah, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka….”(Q.s. Al-Mumtahanah: 7).

Ayat ini turun ketika Nabi Saw menikahi Ramlah binti Abu Sufyan. Ummul Mukminin Ramlah kemudian ke Madinah, dan hampir seluruh penduduknya menyambut hangat kedatangan anak perempuan Abu Sufyan itu. Dia tinggal bersama Rasulullah dan memulai kehidupan bersama beliau dalam keadaan yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya.

Perempuan Periwayat Hadis

Ummu Habibah termasuk salah satu istri nabi yang aktif meriwayatkan hadis. Dalam al-Kutub al-Tis’ah terdapat 144 hadis yang disandarkan periwayatannya kepadanya, 53 di antaranya diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal dan sisanya terdapat dalam delapan kitab sumber primer.

Selain karena sebagai istri nabi, yang mendukung Ummu Habibah banyak meriwayatkan hadis ialah karena Ia termasuk perempuan terdahulu yang masuk Islam dan Ia masih hidup lama setelah nabi wafat, yaitu sekitar 32 tahun. Sebagian besar hadis yang ia riwayatkan berasal langsung dari Rasulullah, dan sebagian yang lain ia riwayatkan dari Zainab binti Jahsy (w. 20 H.).

Adapun yang meriwayatkan hadis darinya antara lain: anaknya: Habibah, saudaranya: Mu’awiyah (w. 60 H.), ‘Abdullah ibn ‘Utbah ibn Abu Sufyan, Abu Sufyan ibn Sa’id ibn al-Mughirah, Salim ibn Siwar dan Abu al-Jarrah, Abu al-Shalih al-Samman, ‘Urwah ibn al-Zubayr, Zainab binti Ummu Salamah, Shafiyyah binti Syaibah, dan Syahr ibn Hausyab.

Ummu Habibah wafat di kota Madinah pada tahun 42 H. Ia wafat di masa pemerintahan saudaranya, Muawwiyah bin Abu Sufyan. Buah dari kesabaran dan keteguhannya Allah memberinya manusia terbaik sepanjang masa. Ia menjadi tali penghubung antara Rasulullah dengan Abu Sufyan. Sepeninggal nabi, Ummu Habibah tetap menjadi perempuan yang sama, yang teguh dalam memegang kebenaran. Ummu Habibah juga senantiasa menjaga hubungan baiknya kepada saudari-saudarinya sesama istri nabi hingga beliau wafat.

Related posts
Aksara

Kedudukan Perempuan dalam Periwayatan Hadis

Sejarah mencatat bahwa di lapisan bawah masyarakat Arab Jahiliyah, kaum perempuan mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Pelacuran dan perbudakan menjadi hal lumrah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *