Kepong, Suara ‘Aisyiyah – Dalam menghadapi tantangan kompleksitas keuangan dan risiko transaksi digital yang semakin meningkat, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) bersama Management & Science University (MSU) Malaysia, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PCIM-PCIA) Malaysia, dan Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PRIM-PRIA) Kepong menggelar program pengabdian masyarakat “Kesadaran Finansial dan Personal Branding: Strategi Hindari Riba dan Risiko Transaksi Online”, Ahad (17/11).
Program ini dirancang untuk meningkatkan literasi finansial, pengelolaan identitas profesional (personal branding), serta kesadaran peserta terhadap risiko transaksi digital, dengan berfokus pada prinsip keuangan syariah untuk menghindari riba.
Kegiatan PKM-KI UMS ini dilaksanakan di Sekretariat PRIM-PRIA Kepong, Malaysia yang diusulkan oleh Muhammad Sholahuddin, Moechamad Nasir, Andy Dwi Bayu Bawono (Dosen FEB UMS), Qisthoni Permatasari (Mahasiswi Magister Manajemen FEB UMS), dan Widya Annisa (Mahasiswi Program Studi Akutansi FEB UMS) dengan melibatkan 38 peserta dari berbagai kalangan.
Selama satu hari penuh, peserta mengikuti berbagai sesi interaktif yang dirancang untuk memadukan teori dan praktik, sehingga dapat langsung diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Program ini menjadi langkah nyata UMS dalam memberdayakan masyarakat untuk lebih bijak secara finansial, terlindungi dari ancaman digital, dan mampu membangun daya saing di dunia kerja maupun bisnis.
Kegiatan dimulai dengan pre-test untuk mengukur pemahaman awal peserta terkait tiga topik utama: prinsip keuangan syariah dan riba, risiko transaksi digital, dan strategi personal branding. Hasil pre-test menunjukkan rata-rata skor peserta berada pada angka 53,2, yang mengindikasikan pemahaman yang masih tergolong rendah hingga sedang.
Sebagian besar peserta mengaku kurang memahami cara mengelola keuangan tanpa riba, sulit mengenali tanda-tanda penipuan digital, dan belum memiliki strategi yang efektif untuk membangun identitas profesional.
Kegiatan dilanjutkan dengan serangkaian pelatihan yang dipimpin oleh para pakar dari UMS dan MSU. Setiap sesi dirancang dengan pendekatan interaktif, mencakup simulasi kasus, diskusi kelompok, hingga praktik langsung.
Sesi pertama dibawakan oleh Muhammad Azizur Rahman dari MSU yang menjelaskan dampak negatif riba terhadap keadilan ekonomi dan kestabilan keuangan individu. Dengan mengutip dalil al-Quran dan hadis, Azizur memaparkan jenis-jenis riba, seperti riba duyun (usury dalam utang) dan riba jahiliyyah (penambahan nilai pada keterlambatan pembayaran).
Peserta juga diajak mengenal alternatif keuangan syariah, seperti kontrak murabahah (jual beli dengan margin keuntungan yang disepakati), musharakah (kemitraan bisnis), dan mudharabah (bagi hasil).
Baca Juga: Bangkitnya Perempuan Pengusaha di Era Teknologi
Melalui simulasi, peserta mempraktikkan cara menyusun rencana keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam untuk mencapai kemandirian finansial tanpa bergantung pada utang berbunga.
Sesi kedua disampaikan Muhammad Sholahuddin dari UMS. Sesi ini fokus pada edukasi terkait ancaman di dunia digital, seperti phishing, pencurian data pribadi, dan skema investasi palsu.
Peserta dilatih untuk mengenali tanda-tanda penipuan, seperti tawaran keuntungan yang terlalu besar, situs web tanpa keamanan SSL, hingga ajakan mendesak untuk mengungkap data pribadi.
Sholahuddin juga membagikan tips praktis untuk melindungi diri dari kejahatan digital, termasuk menggunakan kata sandi yang kuat, mengaktifkan autentikasi dua faktor, serta memverifikasi keaslian platform digital sebelum melakukan transaksi.
Sesi terakhir dibawakan oleh Moechammad Nasir dari UMS yang mengupas pentingnya personal branding dalam dunia kerja dan bisnis. Peserta diajak memahami elemen-elemen penting personal branding, seperti keaslian, konsistensi, dan kepercayaan.
Melalui praktik langsung, peserta dilatih untuk mengidentifikasi nilai-nilai unik mereka, menyusun strategi komunikasi yang efektif, dan memanfaatkan media sosial sebagai alat branding. Sesi ini menekankan bahwa personal branding tidak hanya penting untuk membangun citra profesional, tetapi juga sebagai strategi untuk menarik peluang kerja dan memperluas jaringan.
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pelatihan, peserta kembali mengikuti post-test dengan materi yang sama. Hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan, dengan rata-rata skor meningkat menjadi 82,1.
Sebagian besar peserta berhasil memahami materi dengan baik, sementara beberapa bahkan mampu mengaplikasikan pengetahuan baru mereka dalam studi kasus yang diberikan.
Peningkatan ini membuktikan efektivitas pendekatan interaktif yang digunakan dalam pelatihan. Peserta kini lebih percaya diri dalam menghindari praktik riba, mengenali risiko transaksi digital, dan membangun personal branding yang relevan dengan kebutuhan pasar.