Lensa OrganisasiMuda

Usaha Nyai Ahmad Dahlan dalam Membina Generasi Muda

Generasi muda merupakan generasi yang menjadi harapan masa depan suatu bangsa. Generasi ini merupakan tulang punggung bangsa, sedang generasi tua secara moral memiliki suatu kewajiban dan ber-tanggung jawab terhadap nasib hari depan mereka yang lebih baik.

Nyai Ahmad Dahlan terpanggil jiwanya melihat kenyataan hidup orang-orang pada zamannya. Oleh karena itu, beliau sadar terhadap masa depan bangsanya, yaitu bercita-cita mencapai masa depan yang cerah dengan jalan membentuk masyarakat Islam yang sebenar- benarnya, sesuai dengan cita-cita Muhammadiyah. Untuk mewujudkan tugas yang berat itu maka sebagian dari waktunya dimanfaatkan melayangkan perhatian terhadap pembinaan generasi muda.

Mereka ini harus disiapkan dan diberi pembinaan sebaik- baiknya, dikuatkan imannya sehingga kelak menjadi generasi yang tangguh dan percaya pada diri sendiri, tidak menggantungkan kepada orang lain. Pemikiran-pemikiran yang pesimis dan ogah-ogahan harus dijauhkan dalam usaha menangani generasi muda itu. Generasi muda harus diberi bekal yang cukup memadai dengan harapan mereka kelak sesuai dengan cita-cita orang tuanya. Dalam hal inilah maka Nyai Ahmad Dahlan telah turut andil dalam meletakkan dasar yang kuat yaitu melalui pembinaan terhadap generasi muda.

Usaha membina generasi muda itu telah dipersiapkan bersama K.H.A. Dahlan. Dengan melalui pendidikan asrama yang ada di rumahnya, para generasi muda telah diberi pendidikan dan bekal yang cukup tinggi, terutama bekal hidup mereka di hari kemudian. Nyai Ahmad Dahlan sadar bahwa pendidikan adalah saka guru guna menopang beban berat yang harus disangganya. Bilamana pendidikan itu berhasil dengan baik, maka orang tua boleh optimis dalam memenuhi kewajibannya. Oleh kanena itulah pendidikan pondok yang dibinanya merupakan jalan yang dapat diharapkan  membina umat menjadi orang yang teguh imannya, dan tidak tergoyahkan oleh tiupan topan yang menghampirinya.

Perjuangan Nyai Ahmad Dahlan ini kiranya dapat disejajarkan dengan pendidikan yang dirintis Raden Ajeng Kartini. R.A. Kartini mempelopori sekolah untuk anak-anak perempuan yang dimulai dengan memberikan pendidikan ketranipilan kepada mereka, maka usaha Nyai Ahmad Dahlan berupa pondok (internaat) untuk membina anak-anak perempuan Indonesia. Semula usaha ini tidak semudah yang diharapkan karena waktu itu harus menghadapi masyarakat yang belum maju pemikirannya. Pemikiran dan usaha Nyai Ahmad Dahlan ini terketuk dari kenyataan yang ada, karena umumnya pondok-pondok menampung anak laki-laki, tetapi atas usaha Nyai Ahmad Dahlan dapat direalisasi mengadakan pondok khusus perempuan. Usaha ini dilandasi dengan kesabaran, kerja keras, dan ketekunan.

Sejak Muhammadiyah berdiri Nyai Ahmad Dahlan selalu bekerjasama, bergotong royong dengan suaminya. Demikian juga ketika mencari biaya untuk mempercepat perkembangan Muhammadiyah dan dakwah Islamiyah dengan ikhlas hati melelangkan harta bendanya. Wanita yang waktu itu masih terbelenggu oleh adat dan belum maju harus segera mendapat perhatian penanganannya secara khusus. Wanita memegang peranan penting bersama-sama dengan kaum lelaki dalam menegakkan agama Islam. “Wanita akan menentukan baik buruknya, dan tergantung kepada bimbingan serta usahanya”.

Dalam menghadapi cobaan dan macam-macam rintangan itu Nyai Ahmad Dahlan sebagai pendamping usaha yang dirintis suaminya tidak gentar atau mundur setapak pun. Hatinya kian hari kian membaja menghadapi segala tantangan dan rintangan yang menghadang di mukanya. Rintangan itu dianggapnya sebagai konsekuensi logis daricita-cita yang mulia itu. Setiap menerima ejekan dan fitnah tidaklah diterima dengan kemarahan dan kejengkelan, namun semuanya dihadapi dengan kesabaran dan ketabahan hati.

Niatnya untuk rnembina wanita-wanita tetap dilanjutkan. Oleh karena itu, beliau mendirikan sekolah darurat di Serambi rumahnya. Alat-alat untuk memberi pelajaran pun sangat sederhana. Walaupun demikian tidaklah merupakan hal yang prinsip untuk tidak melaksanakan cita-citanya.

Pada mulanya anak-anak puteri yang benar-benar mendapat penggemblengan dan dipersiapkan supaya nanti menjadi pengurus dalam wanitanya Muhammadiyah, hanyalah enam orang yaitu:

Siti Bariyah, adik almarhum H. Fachrudin – Siti Dawimah, saudara sepupu H. Fachrudin
Siti Dalalah, kemudian menantu Nyai Ahmad Dahlan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan AISYIYAH
Siti Busyro, puteri beliau sendiri
Siti Wadingah, kemudian isteri Pengulu Yogyakarta Siti Badilah Zuber

Walaupun mereka itu masih anak-anak (paling tinggi usianya 15 tahun), tetapi sudah diajak memikirkan soal kemasyarakatan. Beliau memberikan kepercayaan dan mempunyai harapan agar mereka itu menjadi pemimpin ‘Aisyiyah yang akan segera dibentuk.

Sebelum ‘Aisyiyah secara kongkret terbentuk, sifat gerakan pembinaan wanita-wanita itu baru merupakan kelompok anak yang senang berkumpul lalu diberi bimbingan oleh K.H.A. Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan. Anak-anak yang berkumpul itu lalu diberi pelajaran agama. Ini bukan hanya kebetulan. Bagi K.H.A. Dahlan, usaha yang demikian itu memang telah beliau cita-citakan untuk membina wanita yang akan diserahi pimpinan wanitanya Muhammadiyah. Perkumpulan kelompok inilah yang selanjutnya dipersiapkan untuk tampil sebagai pemimpin.

Baca Juga: Mengenali Diri, Melejitkan Potensi

Setelah berhasil mendirikan Muhammadiyah, K.H. A. Dahlan mulai membina usaha baru untuk mendirikan bagian wanita dalam Muhammadiyah, dengan dibantu oleh Nyai Ahmad Dahlan dan sahabat-sahabat dekatnya dan murid-muridnya. K.H.A. Dahlan berhasil mendirikan ‘Aisyiyah sebagai bagian wanita dalam Muhammadiyah. K.H.A. Dahlan dalam membangun ‘Aisyiyah ini merupakan keberhasilan yang bertujuan mengangkat kemajuan kaum wanita. K.H.A. Dahlan berpesan kepada para sahabat dan murid-muridnya supaya berhati-hati dengan urusan ‘Aisyiyah.

Kalau dapat memimpin dan membimbing mereka, insya Allah mereka akan menjadi pembantu dan teman yang setia dalam melancarkan persyarikatan Muhammadiyah menuju cita-citanya. Kemudian kepada murid wanitanya K.HA. Dahlan mengatakan agar urusan dapur jangan dijadikan penghalang untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat. K.H.A. Dahlan mempunyai perhatian cukup besar terhadap soal wanita.

Adapun yang bertindak sebagai pembuka kelambu pada upacara itu ialah K.H. Mokhtar. Itulah suasana peresmian terbentuknya ‘Aisyiyah di muka umum pada tanggal 27 Rajab tahun 1335 H bertepatan dengan tanggal 19 Mei 1917 M. Susunan Pengurus ‘Aisyiyah hasil kesepakatan dalam pembentukannya telah ditetapkan sebagai berikut:

-Siti Bariyah, Ketua

– Siti Badilah, Penulis

– Siti Aminah Harawi, Bendahara

-Ny. H. Abdullah, Pembantu -Ny. Fatmah Wasool, Pembantu

-Siti Dalalah, Pembantu

-Siti Wadingah, Pembantu

-Siti Dawimah, Pembantu

-Siti Busyro, Pembantu

Selanjutnya untuk memberi bimbingan administrasi dan bimbingan jiwa keagamaan diberikan sendiri oleh K.H.A. Dahlan organisasi K.H. Mokhtar telah menyediakan dirinya, sedang Setelah Pengurus Aisyiyah secara resmi terbentuk, maka dalam u mencapai cita-citanya K.H.A Dahlan memberikan bekal-bekal
perjuangan sebagai berikut:

a. Perjuangan hendaklah disertai dengan keikhlasan hati menunaikan tugasnya sebagai wanita Islam sesuai dengan bakat dan kecakapan-nya, tidak menghendaki sanjung puji dan tidak mundur selangkah karena dicela.
b. Penuh keinsafan bahwa beramal itu harus berilmu. c. Jangan mengadakan alasan yang tidak dianggap sah oleh Tuhan hanya untuk menghindari suatu tugas yang diserahkan kepadanya.
d. Membulatkan tekad untuk membela kesucian agama Islam. e. Menjaga persaudaraan dan kesatuan kawan sekerja dan perjuangan.

Dari pimpinan beliau itulah wanita-wanita Islam merasa terangkat derajatnya, dikembalikan kepada kedudukannya sebagai yang dikehendaki Tuhan. Sebagai isteri mereka mengerti hak dan kewajibannya terhadap suami. Sebagai seorang ibu, mereka memperhatikan betul-betul tentang pendidikan anak-anaknya dan keberesan rumah tangganya. Di dalam membimbing dan mengikuti gerak langkah ‘Aisyiyah yang telah terbentuk itu, maka Nyai Ahmad Dahlan diangkat sebagai pelindungnya. Beliau adalah sesepuh dari Pengurus ‘Aisyiyah, sewaktu-waktu menjadi tempat bertanya dan memohon nasehatnya.

Kegiatan ‘Aisyiyah ini semula masih bergerak di kampung Kauman, kemudian berkembang keluar kampung, sifatnya lokal dengan bahasanya bahasa Jawa. Belum seluruh Yogyakarta ini terjangkau, sudah ada permintaan dari luar Yogyakarta agar mendapat kunjungan dan memberi penerangan agama.
Nyai Ahmad Dahlan juga aktif membina umat demi syiar agama Islam. Beliau sering bersama-sama pengurus ‘Aisyiyah lainnya mengadakan tabligh ke kota-kota besar, mendatangi orang yang berpangkat.

Nyai Ahmad Dahlan juga mendatangi cabang-cabang ‘Aisyiyah seperti Boyolali, Purwokerto, Pasuruan, Malang, Kepanjen, Ponorogo, Madiun, dan sebagainya, yang semuanya itu untuk menambah kesadaran dan dorongan kelslaman warga yang didatangi serta meninggalkan kesan, contoh, dan teladan yang baik. Pembinaan umat dan generasi muda itu bukanlah di kota-kota besar saja, tetapi mengadakan kunjungan ke desa-desa juga mendapat perhatian beliau.
Pernah Nyai Ahmad Dahlan ke Batur yang harus melalui gunung Dieng dengan mengendarai kuda, yaitu pada tahun 1927. Dalam melaksanakan panggilan jiwanya itu Nyai Ahmad Dahlan tidak merasa takut dan khawatir terhadap apapun.

Betapa gembira dan tambah mantap hati pengurus ‘Aisyiyah di tempat-tempat tersebut mendapat kunjungan Nyai Ahmad Dahlan bersama pengikutnya.
Anggota Aisyiyah itu bukan hanya gadis-gadis, tetapi juga orang yang sudah berumah tangga yang dihimpun dari sedikit-sedikit, di antaranya Ibu Baroroh termasuk menjadi anggota ‘Aisyiyah itu. Pada waktu berkumpul, anggota ‘Aisyiyah diberi pelajaran yang menarik di antaranya tentang memberantas buta huruf, diberi pelajaran menulis Latin, dan menulis huruf Arab. Hasil yang dicapai setelah adanya gerakan ‘Aisyiyah itu ialah orang-orang yang semula buta huruf kemudian dapat membaca dan menulis.

Sumber: Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Aisyiyah

Sumber gambar: https://beritaalternatif.com/emansipasi-perempuan/

 

Related posts
Sejarah

Studie Fonds: Gerakan Ilmu Aisyiyah dalam Rentang Sejarah

Oleh: Hajar Nur Setyowati “Orang laki-laki Islam wajib membantu akan kemajuan perempuan Islam. Harus memberi izin kepada perempuan mencari ilmu. Cara yang…
Berita

Penulisan Sejarah Muhammadiyah melalui Pendekatan Family History Perlu Dimasifkan

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Dengan potensi Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA) yang dimiliki, Mutiah Amini menyayangkan bahwa hanya ada sedikit di antaranya yang…
Berita

Tantangan dan Peluang Penulisan Sejarah Aisyiyah

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Alasan kenapa sejarah ‘Aisyiyah penting ditulis adalah karena ‘Aisyiyah merupakan organisasi perempuan tertua yang sampai saat ini masih…

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *