Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ini merupakan bentuk kerja nyata bagi ‘Aisyiyah untuk turut melaksanakan secara konkrit pembangunan negara di bidang kesehatan dan pendidikan. Hal ini disampaikan oleh Dante Saksono Harbuwono dalam pidato kuncinya pada acara Pembukaan Rakernas Majelis Kesehatan, Majelis Pendidikan Tinggi (Dikti), dan Lembaga Penelitian & Pengembangan ‘Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Jumat (4/8).
Pada acara yang digelar di Auditorium Gedung Siti Bariyah Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta ini, Dante menyampaikan bahwa saat ini Kementrian Kesehatan (Kemenkes) sedang berusaha untuk melakukan transformasi kesehatan untuk mewujudkan kesehatan manusia yang unggul.
Kemenkes, Dante menyebutkan, telah membuat 6 pilar transformasi kesehatan. Pertama, layanan primer. Layanan ini berhubungan dengan puskesmas, posyandu, dan layanan-layanan di tingkat bawah. Hal ini dikarenakan, masih kurangnya layanan primer untuk masyarakat, seperti jumlah puskesmas yang masih kurang. Sehingga Kemenkes berupaya dalam meningkatkan layanan primer dan layanan kualitas laboratorium kesehatan.
Kedua, transformasi layanan rujukan. Layanan ini berhubungan dengan rumah sakit, dan layanan yang tidak bisa dikembangkan layanan primer, sehingga dikembangkan oleh pemerintah dan swasta. Saat ini, fasilitas di rumah sakit belum merata, contohnya layanan jantung yang ada di 40 rumah sakit saja, sehingga menyebabkan angka kematian jantung yang tinggi. Maka, Kemenkes melakukan pengembangan layanan jantung terpadu yang harapannya bisa diakses oleh seluruh penduduk Indonesia. Selain itu, program pemerintah juga ditujukan untuk melakukan pengembangan layanan rujukan di empat sektor utama, yaitu kanker, jantung, srtoke, dan ginjal.
Ketiga, trasnformasi sistem ketahanan kesehatan. Saat ini, ketahanan kesehatan di Indonesia juga masih lemah. Dante menyebutkan data, 90% bahan baku obat-obatan masih impor, dan 88% transaksi alat kesehatan juga masih impor. Sehingga, pengembangan bahan baku dalam negeri ini harus diperkuat.
Keempat, tranformasi sistem pembiayaan kesehatan. Layanan ini mencakup pembiayaan BPJS, universal dan sebagainya. Saat ini, pembiayaan kesehatan membutuhkan dana yang semakin besar. Oleh karenanya, pemerintah juga berupaya melakukan transformasi kesehatan dalam bidang ini.
Kelima, tansformasi SDM kesehatan. Saat ini, SDM Kesehatan di Indonesia masih kurang. Menurut Dante, seharusnya 1 dokter dapat menangani 1000 penduduk, tetapi kini hanya ada 0,42 dokter untuk 1000 penduduk. Jika tidak dilakukan transformasi, maka butuh 10-12 tahuh untuk mencukupi tenaga kesehatan di Indonesia. Maka transformasi di bidang ini harus dilakukan. Salah satu upayanya adalah Kemenkes telah menyiapkan 2500 beasiswa pendidikan bagi tenaga kesehatan.
Keenam, transformasi kesehatan teknologi. Minimnya integrasi data dan teknologi kesehatan serta inovasi bioteknologi masih menjadi masalah saat ini. Dalam hal ini, Kemenkes berupaya melakukan transformasi dengan menggunakan Aplikasi SATU SEHAT sebagai sistem pencatatan layanan luar gedung terintegrasi.
Sebagai pungkasan, Dante menerangkan bahwa transformasi kesehatan ini tidak mampu diselesaikan oleh Kemenkes saja. “Dalam mewujudkan transformasi kesehatan ini perlu adanya pelibatan lintas sektor, lembaga kementrian terkait, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta, termasuk ‘Aisyiyah. ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan dapat melakukan peran dalam mewujudkan 6 pilar tranfsormasi kesehatan tersebut, baik dalam transfromasi layanan primer, layanan rujukan, ketahanan Kesehatan, SDM Kesehatan, dan teknologi kesehatan. (sa)