Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Majelis Kesehatan (MKes) Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah berkolaborasi dengan Program Inklusi ‘Aisyiyah menyelenggarakan webinar dengan tajuk “Pengembangan Layanan Kesehatan Inklusif sebagai Pemenuhan Hak Dasar Warga Negara” pada Jumat (1/11) melalui Zoom Meeting.
Sambutan disampaikan oleh Warsiti selaku Ketua MKes PP ‘Aisyiyah dan Tri Hastuti N.R selaku Koordinator Program Inklusi ‘Aisyiyah. Kegiatan diikuti kurang lebih 150 kader ‘Aisyiyah dari seluruh Indonesia dengan menghadirkan tiga narasumber.
Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI menyebut bahwa pada tahun 2021 diperkirakan 16% penduduk dunia mengalami disabalilitas dengan gangguan yang semakin berkembang. “Ini tentu cukup mengkhawatirkan karena gangguan perkembangan ini terjadi 7.5% pada usia anak kurang dari 5 tahun dan 13.9% pada usia 15-19 tahun,” tambahnya.
Oleh karena itu menurutnya pengembangan layanan kesehatan yang inklusif mutlak diperlukan dan menjadi hak dasar warga negara. Terlebih data menunjukkan masih minimnya kunjungan orang dengan disabilitas ke layanan kesehatan. “Data menunjukkan proporsi disabilitas yang menggunakan layanan kesehatan, sebanyak 50.7% tidak pergi ke fasilitas kesehatan,” terangnya.
Undang-Undang sendiri menurut Nadia sudah mengatur 12 hak kesehatan bagi penyandang disabilitas. Tepatnya pada UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. “Oleh karena itu perlu kita lakukan upaya-upaya secara masif untuk memberikan akses yang saat ini masih sangat terbatas bagi penyandang disabilitas,” tambah Nadia.
Baca Juga: Mencari Cara Baru Pengendalian Nyamuk Demam Berdarah
Rita Triharyani, Disability Specialist dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM menyebutkankan data dari WHO bahwa satu dari enam orang di dunia hidup dengan disabilitas. “80% penyandang disabilitas di negara berkembang memiliki limitasi dalam mengakses alat bantu yakni hanya sekitar 10-15% saja yang mampu,” terangnya.
Lebih lanjut, Rita menyampaikan hasil survei kebutuhan dan kapasitas fasilitas kesehatan yang mampu memberikan pelayanan disabilitas. Bahwa sebagian besar Puskesmas belum memiliki fasilitas dan tenaga yang memadai dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas. Hasil evaluasi kualitatif juga menunjukkan bahwa tenaga kesehatan di puskesmas belum memahami dengan baik jenis, karakteristik, dan cara melakukan assessment penyandang disabilitas.
Oleh karena itu Rita menekankan pentingnya peningkatan kapasitas staf layanan kesehatan baik nakes dan non nakes untuk memberikan layanan yang bermartabat, komunikasi yang aksesibel, bahasa isyarat, aksesibilitas fisik dasar.
Webinar ini juga menampilkan praktik baik layanan kesehatan terutama puskesmas yang inklusif yakni dari Puskesmas Sentolo I. Renny Lo, Kepala Puskesmas Sentolo I menyebutkan bahwa Puskesmas Sentolo I memiliki Pos Binaan Terpadu (POSBINDU) disabilitas Sentosa. “Posbindu Sentosa adalah suatu penanganan terpadu bagi penyandang disabilitas dengan metode SENTOSA yakni semua penyandang disabilitas mendapatkan pelayanan terpadu, holistik, sehat, dan aman.”
Puskesmas Sentolo juga melibatkan peran masyarakat terutama dari Kelompok Disabilitas Kelurahan untuk dapat mendorong anggota masyarakat dengan disabilitas agar bisa memanfaatkan layanan kesehatan. Tercatat Puskesmas Sentolo I sudah melatih 84 kader dari 43 dusun di tahun 2024. Selain memperhatikan isu kesehatan, Puskesmas Sentolo I juga bekerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas salah satunya dengan melakukan pemberdayaan ekonomi. (Suri)-sa