Oleh: Muhammad Ridha Basri*
Pada 26 September 2022, ulama moderat Yusuf Al-Qardhawi meninggal dunia dalam usia 96 tahun. Dunia Islam kehilangan ulama yang lahir dengan nama Muhammad Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf pada 9 September 1926 di Shafat Turab, Mesir. Gelar al-Qaradhawi merupakan nama daerah keluarganya berasal, al-Qardhah, tempat dimakamkannya salah seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Haris.
Pada usia lima tahun, ia mulai belajar Al-Quran. Di usia 10 tahun, ia telah hafal 30 Al-Quran. Ia cukup mahir dalam bidang qira’ah dan tilawah, ditunjang dengan suara yang merdu dalam melantunkan ayat suci. Ia juga belajar di kuttab Syeikh Hamid Abu Zuwail. Di masa muda, ia juga tertarik pada karya tasawuf Imam al-Ghazali, seperti Minhaj al-Abidin dan Ihya ‘Ulum al-Din. Pendidikan formalnya dijalani di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi.
Bergabung dengan Ikhwanul Muslimin
Sikap kritisnya ikut tumbuh melihat situasi dunia Arab dan kehadiran Israel. Suatu ketika, Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin memberikan ceramah di sekolahnya. Pertemuan itu cukup membekas. Ia menggambarkan al-Banna sebagai sosok yang cemerlang, kata-katanya membawa argumen yang kuat. Selain al-Banna, ia juga belajar ke Muhammad al-Ghazali, Sayyid Sabiq, Muhammad Abdullah Darras, hingga Syeikh Mahmud Syaltout.
Ia pun bergabung dengan Ikhwanul Muslimin, tetapi kritis kepada organisasi Tarbiyah tersebut. Pada 1976 dan 2004, al-Qaradhawi menolak jabatan struktural organisasi. Ia menyampaikan pandangan individu secara merdeka, misalnya: mengutuk kekejaman Amerika di Irak, kekejaman Israel di Palestina, serta serangan gedung WTC di New York.
Ia sering berbeda pandangan dengan Ikhwanul Muslimin, seperti tercermin dalam buku Fiqh al-Jihad, yang ditulis karena kegelisahannya terhadap kekerasan mengatasnamakan agama. Al-Qardhawi menyatakan bahwa takfir (mengkafikan) dan tajhil (menjahiliyahkan) pihak lain, diadopsi oleh Sayyid Qutub dari Abul A’la al-Maududi, dan itu bukan ajaran al-Banna. Pandangan ini dibantah oleh Muhammad Mursi. Dalam buku ini, al-Qaradhawi juga menyoroti perbedaan jihad dan terorisme, etika perang, hingga menyebut Al-Qaeda sebagai penyebar ideologi kekerasan. Al-Qaeda menulis buku bantahan: Al-Radd al-Kamil ala kitab Fiqh al-Jihad al-Qardhawi.
Karya
Al-Qaradawi berkuliah di jurusan theologi, jurusan Bahasa dan Sastra Arab di Universitas Al-Azhar. Selanjutnya, masuk ke program pascasarjana Ilmu Al-Qur’an dan Sunnah di Fakultas Ushuluddin. Kemudian melanjutkan jenjang doktoralnya dengan Disertasi “Zakat dan Pengaruhnya dalam Memecahkan Problematika Sosial.” Karya ini diterbitkan dengan judul Fikih Zakat, yang menjadi rujukan penting tentang persoalan zakat kontemporer.
Baca Juga: Merawat Khazanah Turats: Warisan Muhammad ‘Abduh yang Terlupakan
Al-Qaradhawi telah menerbitkan lebih dari 120 buku yang diterjemahkan ke berbagai bahasa. Antara lain: Fatawa Mu’ashirah, Fiqh al-Ghina’ wa al-Musiq (Hukum Nyanyian & Musik), Fiqh al-Aqaliyyat al-Muslimah (Fikih Minoritas Muslim), Al-Ijtihad fi Syari’ah al-Islamiyah (Ijtihad dalam Syariat Islam), Fiqh al-Islami bayn al-Asalah wa al-Tajdid (Fikih Islam antara Pemurnian dan Pembaharuan), al-Aql wa al-Ilm fi al-Quran (Akal dan Ilmu dalam al-Quran), Kayfa Nata’amal ma’al Quran (Bagaimana berinteraksi dengan al-Quran), Kayfa Nata’amal ma’al as-Sunnah al-Nabawiyyah (Bagaimana berinteraksi dengan Sunnah Nabi), dan sebagainya.
Meskipun menulis banyak tema fikih, yang dimaksud tidak seperti fikih klasik atau hukum syariat yang bersifat parsial seperti: hukum thaharah, membersihkan najis, perihal pernikahan, talak. Namun, fikih dipahami sebagai pemahaman mendalam mengenai ayat-ayat (tanda kekuasaan Allah) dan pemahaman sunnah-sunnah-Nya di alam, kehidupan, dan masyarakat.
Moderat dan Tidak Bermadzhab
Al-Qaradhawi mengaku tidak terikat pada salah satu mazhab, ia menolak sikap fanatik dan taklid buta. Setiap manusia diberi akal untuk dipergunakan. Ia mengibaratkan, aneh jika manusia diberi lilin, tetapi masih berjalan dalam kegelapan. Para imam mazhab tidak mengharuskan untuk mengikuti mereka. Hasil ijtihad ulama mazhab tidak diklaim sebagai satu-satunya kebenaran. Menurutnya, seorang ulama yang bergelut dalam hukum Islam harus banyak membaca teks klasik dan buku kontemporer, termasuk yang ditulis oleh non-muslim.
Ulama moderat ini yang tidak hanya menyebarkan ilmunya melalui buku, tetapi juga menggunakan media radio hingga televisi di Qatar. Di Al Jazeera TV, al-Qaradhawi mengisi program Sharia and Life (Shari’ah wal Hayat) yang menjangkau 40-60 juta penonton di seluruh dunia. Ia turut membina laman islamonline.net, yang didirikan pada 1997.
*Mahasiswa Doktoral Studi Islam UIN Sunan Kalijaga