Haji

Pasca Wukuf di Arafah: Ujian Fisik, Kesabaran dan Spiritualitas Jamaah Haji di Muzdalifah dan Mina

Oleh: Aris Rakhmadi

Pasca wukuf di Arafah pada 9 Zulhijah 1446 H (5 Juni 2025), jamaah haji Indonesia memasuki tahapan selanjutnya dalam prosesi ibadah haji, yakni mabit di Muzdalifah dan Mina. Fase ini merupakan bagian penting dari manasik yang sarat makna spiritual, sekaligus menjadi ujian fisik yang nyata di lapangan.

Pada tahun ini, tantangan tersebut terasa lebih berat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan langsung dari para petugas haji Indonesia yang bertugas di lapangan, berbagai kendala teknis, keterbatasan logistik, hingga kondisi cuaca ekstrem menjadi ujian tambahan bagi jamaah, terutama mereka yang lanjut usia dan memiliki keterbatasan fisik.

Salah satu persoalan utama yang muncul adalah kendala transportasi dari Muzdalifah menuju Mina. Setelah menjalani wukuf dan bermalam di Muzdalifah, jamaah seharusnya dipindahkan menggunakan armada bus yang telah dijadwalkan. Namun, pada kenyataannya, banyak bus yang tidak kunjung datang, sehingga jamaah harus menunggu berjam-jam dalam kondisi terbuka, di bawah sinar matahari pagi yang makin menyengat. Beberapa petugas mencatat bahwa jamaah telah menunggu lebih dari empat jam, bahkan ketika suhu udara telah menyentuh angka 43 derajat Celsius. Dalam situasi ini, ketahanan fisik jamaah benar-benar diuji.

Karena keterlambatan dan kemacetan yang parah, sebagian bus tidak mampu mencapai titik penjemputan di Muzdalifah. Akibatnya, banyak jamaah terpaksa berjalan kaki menuju Mina, sebuah keputusan yang sulit namun menjadi pilihan terakhir bagi mereka yang tidak ingin terus terpapar panas dan kelelahan tanpa kepastian. Perjalanan kaki dari Muzdalifah ke Mina bukanlah hal ringan, terlebih bagi jamaah lansia yang sebelumnya telah menempuh prosesi panjang sejak pagi hari di Arafah. Banyak di antara mereka yang tumbang dalam perjalanan akibat kelelahan dan dehidrasi, dan situasi ini memerlukan penanganan medis segera.

Beberapa petugas kloter mencurahkan keprihatinannya atas situasi ini. Dalam pesan yang mereka sampaikan, terungkap kepedihan melihat jamaah yang dipaksa berpindah dengan berjalan kaki, bahkan setelah sebelumnya harus naik bus yang berputar-putar di jalan tanpa arah tujuan yang jelas. Ada yang naik bus hingga tiga atau lima kali putaran, namun tetap berakhir diturunkan di lokasi yang jauh dari maktab mereka. Dalam situasi penuh tekanan ini, para petugas tetap berusaha memberikan arahan dan semangat kepada jamaah, meski di saat yang sama mereka pun mengalami kelelahan fisik dan emosional.

Selain masalah transportasi, persoalan lain yang tidak kalah serius adalah ketidaktahuan sebagian jamaah terhadap posisi maktab (tenda) mereka di Mina. Hal ini terutama terjadi pada jamaah yang tidak mengikuti Tarwiyah, sehingga mereka belum pernah menginjakkan kaki di lokasi Mina sebelumnya. Ketika mereka akhirnya sampai, baik dengan bus atau berjalan kaki, banyak yang kebingungan menentukan posisi tenda tempat mereka seharusnya bermalam. Masalah ini diperparah dengan fakta bahwa sebagian sopir bus juga tidak dibekali peta yang memadai mengenai pembagian maktab jamaah Indonesia.

Baca Juga: Gembirakan Akar Rumput, Muhammadiyah Gelar Kurban

Beberapa kloter pun terpecah dalam penempatan tenda yang berbeda-beda. Ada rombongan yang diturunkan di maktab yang salah, dan ada pula yang justru diturunkan di jalan, padahal seharusnya mereka langsung menuju Tenda Mina. Ketidakpastian ini membuat beberapa jamaah harus berjalan kembali dalam kondisi fisik yang lemah, dan tidak sedikit yang mengalami disorientasi arah. Koordinasi antar petugas pun menjadi tantangan besar karena keterbatasan alat komunikasi dan kepadatan lokasi.

Dalam situasi ini, peran petugas kloter menjadi sangat krusial. Mereka harus mampu bertindak cepat, menenangkan jamaah, mencari informasi lokasi tenda, dan memastikan seluruh anggota kloter tetap bersama. Banyak dari mereka yang harus berlari ke sana kemari di tengah terik matahari untuk mencarikan tempat berlindung bagi jamaah yang kelelahan. Upaya luar biasa ini menjadi bentuk nyata pelayanan terbaik bagi tamu-tamu Allah yang sedang menunaikan rukun Islam kelima.

Cuaca ekstrem turut memperberat kondisi fisik jamaah. Dengan suhu udara yang mencapai lebih dari 40 derajat Celsius, jamaah yang berjalan kaki maupun yang menunggu terlalu lama di dalam bus mengalami dehidrasi dan kelelahan. Petugas medis mencatat peningkatan jumlah jamaah yang membutuhkan pertolongan pertama akibat kelelahan atau gangguan kesehatan ringan hingga sedang. Dalam situasi seperti ini, keberadaan air minum, tempat berteduh, dan istirahat menjadi kebutuhan mendesak.

Namun demikian, di tengah segala tantangan tersebut, pelaksanaan lempar jumrah tetap dapat berlangsung dengan tertib dan terkontrol. Pendataan dilakukan dengan cermat agar jamaah yang memiliki kekuatan fisik dapat melaksanakan sendiri, sementara bagi lansia atau jamaah yang mengalami gangguan kesehatan, disiapkan skema badal (diwakilkan) oleh petugas atau teman jamaahnya yang telah ditunjuk. Mekanisme ini membantu menjaga keselamatan jamaah sekaligus memastikan pelaksanaan ibadah tetap sah sesuai tuntunan syariat.

Setelah lempar jumrah, jamaah melaksanakan tahalul awal sebagai bagian dari penyempurnaan ibadah haji. Meski dalam kondisi kelelahan, prosesi ini dijalani dengan penuh khidmat dan keikhlasan. Bagi banyak jamaah, keberhasilan mencapai tahap ini merupakan puncak kelegaan spiritual setelah melalui berbagai rintangan fisik dan logistik sebelumnya. Banyak yang terlihat menitikkan air mata bahagia karena berhasil melewati hari-hari penuh tantangan tersebut.

Hal yang patut dicatat pula adalah kuatnya solidaritas dan rasa kebersamaan antar jamaah. Dalam perjalanan menuju Mina, banyak jamaah yang saling membantu, berbagi makanan, air, hingga tenaga. Beberapa jamaah yang masih kuat secara fisik tidak ragu membantu memapah lansia atau membawa barang-barang mereka. Pemandangan ini menjadi gambaran nyata semangat persaudaraan dalam Islam yang lahir dalam kondisi sulit.

Baca Juga: Tanggapi Rencana Kebijakan Sekolah Swasta Gratis, Muhammadiyah Minta Pemerintah Adil

Pengalaman tahun ini menjadi bahan refleksi bersama bagi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan haji. Koordinasi antar otoritas, distribusi informasi kepada jamaah, kesiapan transportasi, hingga pelatihan sopir dan petugas lapangan menjadi catatan penting untuk ditingkatkan di masa mendatang. Evaluasi menyeluruh dan tindak lanjut perbaikan sangat diperlukan demi meningkatkan kualitas pelayanan bagi jamaah haji Indonesia.

Diharapkan ke depan, sistem penjadwalan, manajemen peta maktab, serta pelatihan petugas lapangan dapat lebih diperkuat. Teknologi informasi dapat diintegrasikan untuk memudahkan pelacakan posisi tenda dan komunikasi antar kloter. Selain itu, pembekalan intensif bagi sopir dan petugas non-kloter tentang sistem maktab Indonesia menjadi sangat penting agar tidak terjadi salah arah atau penurunan di lokasi yang tidak tepat.

Dari Tanah Air, doa-doa terus mengalir untuk para jamaah yang tengah menjalani puncak ibadah haji. Keluarga dan masyarakat berharap agar seluruh jamaah diberikan kekuatan, kesehatan, dan keselamatan dalam menjalani prosesi. Ucapan semangat dan dukungan dari Indonesia menjadi penyemangat tersendiri bagi mereka yang sedang berjuang di tanah suci.

Seluruh umat Islam berharap agar jamaah haji Indonesia dapat menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah dengan baik dan kembali ke Tanah Air dalam keadaan sehat walafiat. Semoga semua perjuangan yang telah mereka lakukan—dalam ibadah, kesabaran, dan pengorbanan fisik—membawa mereka kepada gelar haji mabrur, yang balasannya tidak lain adalah surga. Semoga Allah SWT menerima semua amal mereka dan menjadikan pengalaman ini sebagai momentum peningkatan iman dan ketakwaan yang sejati.

*Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta, S3 DIFA Universitas Ahmad Dahlan, tersertifikasi sebagai pembimbing manasik haji professional Kemenag RI.

Related posts
Haji

PPIH Arab Saudi: Pelaksanaan Dam dan Kurban di Tanah Suci Hanya Lewat Adahi

Makkah, Suara ‘Aisyiyah – Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Muchlis M. Hanafi, menegaskan bahwa pelaksanaan dam dan kurban bagi…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *