Anak

Mengenal Toxic Parenting

toxic parenting

Oleh: Rita Pranawati*

Pengasuhan sebagai bagian pemenuhan hak dasar anak memiliki tantangan yang dinamis karena perubahan sosial yang terjadi. Perubahan sosial memberikan dampak yang dinamis bagi kehidupan keluarga, baik dari sisi relasi dalam keluarga, membangun komitmen, hingga kehidupan ekonomi keluarga. Dinamika keluarga tersebut juga berpengaruh terhadap kondisi orang tua, terutama kondisi psikologis. Jika tidak dikelola dengan baik, era digital juga akan memberikan pengaruh pada rapuhnya kepribadian orang tua.

Salah satu dampak yang terjadi akibat dari perubahan sosial tersebut adalah toxic parenting atau pola pengasuhan anak yang buruk karena adanya pengabaian hak anak dari orang tua. Toxic parenting sering dijumpai pada pengasuhan anak. Toxic parenting dapat dilakukan orang tua dengan menyerang fisik atau mental anak, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Toxic parenting juga berdampak pada jatuhnya harga diri dan mental anak sehingga akan berdampak pada perkembangan psikologis anak.

Padahal, anak adalah masa depan keluarga, bangsa, dan negara. Di tangan anak-anaklah masa depan pembangunan negeri ini berada. Oleh karenanya, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter, memegang teguh agama, dan memiliki jiwa pemimpin yang perlu dibangun melalui pola pengasuhan yang baik.

Bagaimana Proses Toxic Parenting Terjadi?

Beragam faktor berikut ditengarai dapat menyebabkan terjadinya toxic parenting. Pertama, orang tua masih menjadikan dirinya pusat dalam proses pengasuhan. Orang tua sejatinya tidak mengasuh benda mati. Mereka mengasuh dan mendidik anak yang memiliki harkat dan martabat. Harkat dan martabat kemanusiaan anak harus dijaga dan dihargai.

Benar bahwa orang tua adalah asal muasal anak hadir ke dunia. Meskipun demikian, orang tua bukanlah penguasa penuh atas anak. Sebagai sebuah berkat dan anugerah, orang tua memiliki kewajiban untuk mengasuh dan mendidik anaknya. Walaupun usia anak dengan orang tua terpaut jauh, namun anak tetap perlu didengarkan pendapatnya, perasaannya, dan harapannya sesuai dengan usia tumbuh kembangnya.

Anak terus bertumbuh dan mendapatkan masukan tidak hanya dari dalam keluarga, namun juga dari lingkungan masyarakat serta tempat pendidikan. Beragam informasi dan pengetahuan yang didapatkan anak hendaknya disikapi dengan komunikasi yang bersifat dua arah.

Dengan komunikasi yang baik, anak mendapatkan masukan yang tepat dari orang tua dan bukan penghakiman atas keragu-raguan dan beragam ketidaktahuannya. Bagaimanapun juga, sejatinya, salah satu prinsip perlindungan anak adalah mendengarkan pendapatnya.

Kedua, terbatasnya pengetahuan orang tua dalam memahami anak. Orang tua sering menganggap anak sebagai hak milik yang boleh diarahkan dan dibentuk sesuai keinginan orang tua. Sebenarnya, setiap anak itu unik dan memiliki karakternya masing-masing. Selain itu, fase tumbuh kembang anak sangat dinamis. Seiring perkembangan usianya, anak terus bertumbuh, dan tidak bisa dilakukan pendekatan pengasuhan sebagaimana pendekatan yang dilakukan saat mereka usia balita atau di bawah 12 tahun.

Pengetahuan orang tua tentang anak harus terus diperbarui. Masa kecil yang dialami orang tua dengan masa kecil anaknya adalah dua hal yang berbeda, baik dari sisi waktu maupun kultur. Dulu misalnya, belum ada UU Perlindungan Anak dan dampak melakukan kekerasan kepada anak yang hari ini telah diperhatikan oleh negara. Dengan demikian, orang tua perlu terus belajar memahami anak dengan segala dimensinya, serta memahami cara mengasuh yang baik.

Ketiga, orang tua kurang memahami perubahan zaman dan perubahan sosial pada masa tumbuh kembang anak. Tantangan pengasuhan hari ini berbeda dengan masa kecil orang tua. Dahulu, tidak ada tantangan terkait teknologi digital, namun hari ini orang tua kewalahan dengan kehadiran teknologi digital.

Orang tua perlu mengasuh sesuai zaman anak yang hidup di era digital dengan tetap mengedepankan karakter dan komunikasi dengan anak. Adanya aturan melindungi anak juga menjadi perubahan dasar dibanding fase kanak-kanak yang dialami orang tua. Adaptasi terhadap perubahan tersebut juga menjadi bagian yang penting agar orang tua tidak memiliki sudut pandang yang tunggal dari setiap masalah yang ditemuinya dengan anak.

Baca Juga: Pendidikan Keluarga menuju Islam Berkemajuan

Keempat, orang tua kurang mengenali kondisi emosinya sendiri. Seringkali orang tua punya masa lalu yang kurang baik dalam hal pengasuhan. Sayangnya, mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka rasakan adalah hal yang kurang tepat. Seharusnya, mereka mencari layanan konseling atau setidaknya merefleksikan diri mencari pengasuhan yang lebih baik dan memaafkan masa lalu.

Jangan sampai kondisi pengasuhan yang kurang baik pada masa lalu diteruskan begitu saja kepada anak hari ini. Peran orang tua untuk belajar sangat penting agar memiliki pengasuhan yang lebih baik. Selain itu, orang tua perlu belajar mengelola emosi sehingga anak tidak menjadi korban pengasuhan yang tidak tepat. Orang tua perlu mengetahui ke mana mereka dapat mengakses layanan tentang konsultasi pengasuhan, misalnya ke psikolog, sehingga mereka bisa belajar dari masa lalu, memaafkan masa lalu, sekaligus mendapatkan intervensi jika dibutuhkan.

Ajaran Islam menjadi Orang Tua

Agar tidak terjadi toxic parenting, orang tua perlu mengingat beberapa prinsip ajaran Islam. Dalam surat Luqman dijelaskan bahwa orang tua perlu mengajarkan perihal bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala sejatinya dilakukan untuk kemuliaan diri sendiri.

Orang tua juga perlu mengawali proses menjadi orang tua dengan mensyukuri kesempatannya dapat memiliki buah hati. Kesyukuran ini merupakan bagian penerimaan terhadap anak secara utuh bagaimanapun kondisinya. Oleh karena itu, orang tua tidak memberikan ekspektasi di luar kondisi anak.

Orang tua juga perlu mengajarkan nilai keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala. Keimanan kepada Allah bukan hanya soal peribadatan salat, melainkan juga dibuktikan dengan bagaimana ia memiliki akhlak mulia sebagai buah dari akidah dan ibadah seorang hamba. Dengan akhlak yang baik, orang tua tidak akan merendahkan atau mempermalukan anaknya, tetapi mendorongnya untuk terus berusaha lebih baik.

Walaupun berbeda pendapat sekalipun tentang keimanan, Allah memperingatkan anak untuk tetap berelasi dengan baik kepada orang tua (Luqman: 15). Kiranya hal ini juga menjadi peringatan bagi orang tua agar perbedaan yang tercipta dengan anak tetap disikapi dengan tetap menjalin relasi yang baik.

وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya, Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.

Dalam hal komunikasi, komunikasi antara Nabi Ibrahim alaihissalam sebagai orang tua dan Nabi Ismail alaihissalam sebagai anak yang disebutkan dalam surat ash-Shaffat ayat 100-102 menunjukkan adanya kebersamaan dan kepercayaan. Komunikasi keduanya dibangun secara terbuka, dialogis, saling menghargai dan menghormati, serta saling mendukung sehingga tercipta komunikasi yang efektif.

Dengan demikian, anak tidak menjadi objek tetapi turut menjadi subjek dalam proses pengasuhan. Semoga para orang tua dapat belajar bagaimana mengasuh anak sesuai dengan prinsip ajaran Islam dan menyiapkan generai yang berkualitas. [12/22]

*Dosen FISIP Uhamka

Related posts
Wawasan

Pola Asah, Asih, dan Asuh (3A) dalam Perspektif Perempuan Berkemajuan

Oleh: Beta Pujangga Mukti Dalam surat an-Nisa ayat 9 telah dinyatakan mengenai larangan meninggalkan generasi yang lemah. Tentu tanggung jawab utama dalam…
Keluarga Sakinah

Perbedaan Pola Asuh dalam Keluarga

Oleh: Susilaningsih Kuntowijoyo “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,” (Q.S….
Berita

Menyesuaikan Pola Asuh Anak Sesuai Gender

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Kamis (16/9), akun Instagram @tentanganakofficial mengadakan siaran langsung dengan mengusung tema “Mengasuh Anak Perempuan dan Laki-laki, Haruskah Dibedakan?”…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *