SejarahWawasan

Mengkaji Turats Islami sebagai Refleksi Sekarang dan Masa Depan

Oleh: Nafi Atush Sholihah

Setiap bangsa di dunia ini memiliki sejarah peradabannya masing-masing. Hal itu pula yang menjadi ciri khas tiap-tiap bangsa, begitu juga dengan bangsa Arab. Dunia Islam pernah menjadi role model peradaban termaju kala itu. Setidaknya, berabad lamanya dunia Islam memimpin peradaban yang di kemudian hari menjadi acuan bangsa-bangsa setelahnya.

***

Peradaban yang dibangun sekian lama tentu memiliki warisan yang sangat banyak dan tak ternilai. Tulisan ini mencoba menyajikan urgensi wacana pembelajaran turats Islami sebagai oase yang kerap terlupakan khalayak banyak, terutama di kalangan umat Islam sendiri.

Secara etimologi, turats bersumber dari kata waratsa, yang mana akar kata itu berarti warisan atau yang ditinggalkan. Sedangkan penisbatan kata Islami adalah periode, masa, dan waktu yang menjadi ciri khas dari peninggalan itu bermula. Turats Islami sebagai peninggalan dan warisan gemilang dunia Islam tentunya tidak hanya berarti material berupa bangunan masjid-masjid dan sisa-sisa fisik bangunan bersejarah lainnya. Turats dapat berupa peradaban kebudayaan, adat istiadat, serta bangunan struktur keilmuan dan pemikiran yang dituangkan dalam tulisan-tulisan.

Baca Juga: Tradisi Keilmuan Arab: Dulu dan Kini

Bangsa Arab sebelum Islam terkenal sebagai masyarakat yang tidak terbiasa dengan kebiasaan menulis dan membaca. Mereka “hanya” memiliki latar belakang lingkungan panas gurun yang gersang saja. Sepanjang sejarah kebudayaan dan peradaban mereka, bangsa Arab kala itu tidak mengenal bangunan struktur keilmuan dan pengetahuan dalam arti modern yang kita kenal seperti sekarang. Mereka hanya memiliki kebudayaan syair dan sibuk dengan perdagangan guna memenuhi dan melengkapi kehidupannya yang serba kekurangan karena faktor geografis.

Kemudian munculah para ilmuwan dunia Islam yang memberi ragam corak dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Banyak dari mereka merupakan peletak fondasi dasar dari teori-teori ilmu pengetahuan sampai pada fase ilmu modern yang kita kenal saat ini. Oleh sebab itu, capaian ilmu pengetahuan modern sekarang tidak lepas dari upaya panjang para ilmuwan Islam di era keemasan dunia Islam masa itu. Alhasil, mengkaji turats islami menjadi persoalan penting untuk kemudian membangun kembali motodologi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang dinamis, terlebih di dunia Islam modern.

Peradaban yang Berkesinambungan

Peradaban manusia di belahan bumi timur dan barat tentu memiliki pertalian yang kuat. Begitu juga dalam perkembangan ilmu pengetahuan antara keduanya. Dalam hal peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan, sejarah mencatat bahwa turats dunia Islam lebih awal mengenal dan menemukan dasar-dasar. Mereka berkembang begitu pesat. Sementara dunia barat kala itu dalam posisi terbelakang.

Misalnya saja Ibnu Khaldun (1332-1406 M) yang merupakan peletak dasar ilmu sosiologi modern, sosiolog, dan sejarawan. Ia menuliskan Mukadimah menggunakan metodologi kritik sejarah dan kajian ulang sejarah dengan cerita atas fakta yang terjadi. Ada pula Ibnu Haistam (430-354 H), seorang ensiklopedis yang memiliki banyak karya dan menjadi inspirasi era keemasan dunia keilmuan Islam, adalah peletak ilmu optik. Ia meletakkan teori tentang pengaruh cahaya terhadap benda yang dapat terlihat oleh indra penglihatan (jelas dan tidaknya), serta faktor-faktor pengaruh dan gangguan indra penglihatan. Semuanya tertuang dalam karyanya Kitab Almanadzhir.

Sementara Alhamdani (lahir 280 H) dengan Kitab Aljauharataini Altiqotaini, ulama kelahiran Sana’a-Yaman adalah pencetus ilmu pertambangan, geologi, dan metalurgi. Alhamdani menerangkan dengan detail tentang perilaku fisika dan kimia dan unsur-unsur logam serta proses senyawa antarlogam mulia dalam membuat emas dan perak. Selain terkenal dengan Aljauharataini-nya, Alhamdani juga memiliki karya penting lainnya tentang astronomi dalam kitab “Al-Iklil” dan ilmu geologi dalam kitab “Sifatu Jaziratul Arab”.

Selain para tokoh yang disebut di atas, tentu masih banyak lagi deretan ilmuwan yang berjasa besar dalam sumbangsih perkembangan keilmuan dan peradaban dunia. Melihat banyaknya sumbangsih ilmuwan Islam, maka tidak berlebihan jika kita menyebut kemajuan peradaban dan keilmuan modern adalah buah dari peradaban gemilang dunia Islam.

Baca Juga: Merawat Khazanah Turats: Warisan Muhammad ‘Abduh yang Terlupakan

Selain berfungsi membuka kembali lembaran penting sejarah dunia dan peradabannya, mempelajari turats Islami setidaknya memberi manfaat lain. Pertama, memperkaya dan menelisik kembali kajian sejarah tentang perkembangan ilmu serta dinamika dalam pengembangannya dalam berbagai diskursus keilmuan. Kedua, mengungkap “peran” orientalis dan barat dalam upaya pemalsuan dan manipulasi sejarah perkembangan ilmu dan peradaban untuk mendeskreditkan peran turats Islami.

Ketiga, memberi pemahaman yang komprehensif tentang temuan-temuan dalam perkembangan ilmu dunia Islam. Keempat, khazanah turats Islami menjadi penunjang sekaligus titik temu sejarah perkembangan ilmu dan penemuan-penemuan ilmiah, seperti teori gravitasi yang telah ditemukan Alhamdani berabad-abad jauh sebelum Isaac Newton. Alhamdani menyebut gaya gravitasi bumi terjadi (layaknya) karena bumi seperti batu magnet yang memungkinkan setiap benda di sekitarnya tertarik oleh kutub magnet.

Tentunya pembahasan tentang turats Islami butuh kerja keras dan serius dari setiap kajiannya. Hal itu bukan semata untuk membuka lamunan dan untuk membusungkan dada karena kejayaan masa lalu. Lebih utama lagi persoalan jika sajian yang telah disajikan dengan rapi dan tertuang dalam turats Islam kita abaikan dan lupakan. Lantas bagaimana masa depan kita bisa benderang, sedangkan lentera enggan digapai?

Related posts
Hikmah

Berlebih-lebihan dalam Beragama menurut Al-Quran

Oleh: Muhammad Chirzin* Allah swt. menurunkan petunjuk, kebenaran, dan cahaya terang benderang bagi kehidupan umat manusia sepanjang masa. Setiap orang yang berpegang…
Berita

Faturrahman Kamal: Islam adalah Agama Fitrah

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Majelis Tabligh PP Muhammadiyah menggelar Pengajian Malam Selasa mengangkat tema “Aqidah Sebebagai Asas Pandangan Hidup Seorang Muslim”. Pengajian…
Kalam

Larangan Menjadikan Hawa Nafsu sebagai Tuhan

Islam adalah agama tauhid. Dalam Q.S. al-Ikhlas Allah swt. menegaskan bahwa Dia-lah satu-satunya Tuhan, tempat segala sesuatu bergantung, tidak beranak dan tidak…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *